Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan salah satu target penerima manfaat bagi hasil cukai tembakau tahun 2022 adalah untuk petani tembakau.

Programnya menurut Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ditjen Perkebunan Kementan Ardi Praptono di Jakarta, Jumat adalah pelatihan peningkatan kualitas tembakau, penanganan panen dan pasca panen, penerapan inovasi teknis dan dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.

"Peran komoditas tembakau perlu dipertahankan dengan dukungan kebijakan dan langkah-langkah operasional untuk meningkatkan produksi dan mutu tembakau, serta pendapatan petani dan negara," katanya.

Semua pemangku kepentingan, pada webinar Kedahsyatan Ekonomi Tembakau dan Cengkeh yang diselenggarakan Media Perkebunan dan Dewan Rempah Indonesia, diharapkan berperan aktif dalam optimalisasi pemanfaatan dana bagi hasil tembakau sehingga tepat sasaran.

Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sesuai dengan PMK nomor 215/PMK.07/2021) adalah 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 10 persen penegakan hukum dan 40 persen kesehatan.

Sementara dana untuk kesejahteraan masyarakat 30 persen untuk pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan penerimaan bantuan dan 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku, program pembinaan industri, program pembinaan lingkungan sosial untuk kegiatan peningkatan keterampilan kerja.

Ardi menambahkan, Ditjenbun telah mengkaji sebanyak 181 (Rencana Kegiatan dan Penganggaran (RKP) terdiri dari 111 RKP yang memiliki kegiatan peningkatan kualitas bahan baku (8 provinsi, 2 kota dan 101 kabupaten) dan 70 kabupaten/kota yang tidak memiliki kegiatan peningkatan kualitas bahan baku.

Neraca industri tembakau 2020 produksi 260.000 ton sedang kebutuhan 338.000 ton, dengan stock 33.000 ton impor 110.000 ton sehingga defisit 78.000 ton.

Tahun 2020 ekspor tembakau 31.130 ton sedang tahun 2021 27.410 ton. Impor tahun 2021 116.930 ton. Luas tembakau tahun 2020 219.268 Ha, produksi 260.090 ton dan tenaga kerja lebih dari 1,7 juta petani dan buruh tani.

Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyatakan petani tembakau dan industri hasil tembakau merupakan satu kesatuan. Tembakau punya kontribusi luar biasa pada pendapatan negara berupa cukai Rp200 triliun juga multiplyer efek yang luar biasa.

"Meskipun kontribusinya luar biasa tetapi perhatian (pemerintah) terhadap tembakau masih kurang. Seharusnya di Kementerian Pertanian tembakau menjadi salah satu komoditas unggulan," katanya.

Dia mengungkapkan, tata niaga juga tidak tertata dengan baik sehingga yang paling dirugikan adalah petani tembakau dan cengkeh. Lemahnya modal juga menjadi masalah.

Tembakau dan cengkeh penghelanya adalah industri rokok, bila industri ini berada di bawah tekanan sehingga produksi berkurang maka serapan tembakau dan cengkeh dari petani juga berkurang.

Terkait alokasi DBH CHT sebagaimana tertuang dalam PMK nomor 215/PMK.07/2021 dia menilai aturan tersebut bagus supaya dana ini bisa kembali ke petani tembakau.

"Sayangnya masih ditambah dengan klausul jika tidak terserap maka bisa dialihkan untuk kegiatan penanggulangan kesehatan masyarakat. Artinya dana untuk petani tembakau ini ada peluang untuk tidak digunakan sesuai peruntukkannya,” kata Budidoyo.

Pewarta: Subagyo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022