Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan biodiesel di Indonesia yang telah berjalan selama 14 tahun mengakselerasi transisi penggunaan energi fosil kepada energi yang lebih bersih.
“Program mandatori biodiesel di negara kita merupakan inisiatif dan pencapaian yang luar biasa, dan bagaimana perkembangan ke depannya patut kita perhatikan. Bersama dengan negara-negara produsen minyak sawit lain, kami ingin menunjukkan mandatori biodiesel sebagai bagian dari event road to G20 yang diadakan bersamaan dengan meeting G20 Energy Transitions Working Group di Yogyakarta,” kata Airlangga dalam keterangan resmi, Kamis.
Airlangga menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen mengakselerasi transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk meraih emisi karbon nol.
Komitmen menggunakan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel akan mendukung Indonesia mencapai target keamanan energi dan bauran energi sebesar 23 persen di 2025.
Baca juga: Kemenkeu: Insentif biodiesel BPDPKS capai Rp110,03 triliun
Dalam 21st United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2015 di Paris, Presiden Joko Widodo juga telah menyatakan determinasi Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen melalui business as usual pada 2030, dan bisa mencapai 41 persen jika mendapatkan bantuan pihak internasional.
“Industri minyak sawit siap mendukung visi tersebut, karena penggunaan B30 di 2021 saja diperkirakan sudah menurunkan emisi GRK sebanyak 24,6 juta ton karbon dioksida, dan jumlah ini setara dengan 7,8 persen dari target pencapaian energi terbarukan di 2030,” jelas Airlangga.
Produksi B30 di 2021 mencapai sekitar 9,4 juta kiloliter atau setara dengan 64,14 juta barel. Konversi dari CPO ke B20 telah meningkatkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun, untuk menjaga cadangan devisa senilai 2,64 miliar dolar AS dari pengurangan impor bahan bakar fosil.
Baca juga: Pengamat menilai kelapa sawit tak lagi layak untuk biodiesel
“Saya ingin menekankan peran kebijakan biodiesel yang berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, ekonomi hijau, stabilitas harga minyak sawit, dan pendapatan petani kecil, yang nantinya akan berkontribusi dalam pencapaian United Nations 2030 Sustainable Development Goals,” papar Airlangga.
Biodiesel, ungkap Menko Airlangga, tidak akan berhenti sampai B30 saja, tetapi juga tetap dikejar agar dapat menggantikan bahan bakar minyak berbasis fosil.
“Saya juga ingin mendorong Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC) supaya terus berkolaborasi dengan industri dan asosiasi, dalam penguatan kerja sama dengan negara produsen lainnya maupun negara konsumen, untuk memprioritaskan mandat biodiesel ke depannya. Mari kita gencarkan upaya dalam membangun pemahaman yang sama, dan juga penerimaan dari negara-negara konsumen, untuk menggunakan biodiesel berbasis kelapa sawit, karena ini berkelanjutan, bersih, dan terbarukan,” tutup Menko Airlangga.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022