Kuala Lumpur (ANTARA News) - Media jangan menjadi penabuh "genderang perang" Indonesia-Malaysia, namun sebaliknya harus menjadi jembatan jika hubungan kedua negeri serumpun ini sedang bergejolak.
Wakil Pemimpin Redaksi Perum LKBN ANTARA, Akhmad Kusaeni mengemukakan hal itu saat memberikan pelatihan kepada para staf dan diplomat Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Malaysia di Johor, kemarin..
Akhmad Kusaeni mengatakan media di Indonesia sudah sangat bebasnya sehingga kebebasan itu bisa menjadi sumber kebaikan atau sebaliknya menjadi biang kerok keburukan. Atas nama kebebasan dan kehendak pasar, sejumlah media di Indonesia menggunakan cara pandang peliputan dengan pendekatan konflik dan bukan perdamaian.
"Sejumlah media menerapkan jurnalisme adu tinju dan melupakan jurnalisme damai," kata Kusaeni yang dalam pelatihan tersebut bersama Oscar Motuloh, yang menjadi pengajar untuk sesi jurnalistik fotografi.
Ia memberi contoh dalam kasus Ambalat beberapa waktu lalu, televisi di Indonesia memberitakan kasus itu sealah-olah Indonesia diambang perang dengan Malaysia . Para nara sumber di televisi itu mempersandingkan kekuatan militer kedua negara sementara lagu latar acara tersebut diperdengarkan lagu patriotik seperti "Maju Tak Gentar".
"Padahal jika Indonesia-Malaysia berseteru maka ada pihak lain yang senang dan bertepuk tangan," katanya seraya mengusulkan apa pun yang terjadi pada kedua negeri serumpun ini, jalan militer dan perang bukanlah pilihan.
Ia mengimbau media di kedua negara tidak menggunakan jurnalisme perang, tapi jurnalisme damai.
Dalam kaitan tersebut, Kuasa Usaha Ad Interim Mulya Wirana menyampaikan bahwa Biro Antara Kuala Lumpur sudah melaksanakan jurnalisme damai dalam peliputan hubungan kedua negara seperti terlihat dalam pemberitaan www.antarakl.com dan penerbitan majalah Caraka.
Mulya Wirana mengharapkan adanya pelatihan ini, para diplomat dan para staf bisa memahami media dan menggunakan media tersebut untuk kepentingan publikasi mengenai kebijakan-kebijakan dari KBRI Kuala Lumpur.
"Media sangat penting dalam diplomasi sehingga hubungan dengan media menjadi sangat penting bagi seorang diplomat," katanya seraya menyatakan dukungan penuh terhadap penerbitan majalah Caraka dan antarakl.com.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan, Sosial, Budaya KBRI Kuala Lumpur Suryana Sastradiredja menyatakan kegiatan pelatihan ini merupakan yang kedua kalinya diikuti 23 peserta terdiri atas diplomat, home staff dan local staff.
"Saya berharap para peserta itu nantinya dapat meningkatkan kemampuan menulis dan fotografi yang tentunya dapat lebih memperbaiki kualitas isi Caraka," kata Suryana Sastradiredja.
(T.N004/A011)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011