Jakarta (ANTARA) - Mungkin mengada-ada membicarakan kaitan olahraga dengan kelompok 20 atau G20, tetapi dalam dunia yang sudah tak lagi berbatas, semua hal termasuk olahraga memang terkait dengan yang lain, termasuk G20.
Namun keterkaitan semacam ini ternyata sudah diungkapkan oleh para pemangku kepentingan dalam G20 yang terdiri 19 negara berpostur ekonomi terbesar di dunia dan Uni Eropa ini. Mereka pernah membahas olahraga dari perspektif pembangunan ekonomi yang menjadi wilayah asli G20.
Salah satunya hal itu terjadi di Roma setahun silam manakala para pemimpin G20 mengungkapkan dukungan kepada China dan Komite Olimpiade Internasional serta Komite Paralimpiade Internasional agar tetap menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin 2022, yang belum ini selesai di Beijing.
Baca juga: China tegaskan dukungan pada Indonesia di tengah isu soal Rusia di G20
Di Roma itu, para pemimpin G20 mengeluarkan deklarasi bahwa "Kami memandang Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin Beijing 2022 sebagai peluang atlet seluruh dunia dalam berkompetisi sebagai simbol ketahanan umat manusia."
Sudah dua kali kalimat simbol "ketahanan umat manusia" disampaikan dalam dua tahun berturut-turut, karena sebelum Roma, Arab Saudi pun berbicara soal ini, satu tahun sebelum Olimpiade Tokyo 2020 digelar tahun lalu.
Saudi adalah yang memegang keketuaan G20 pada 2020. Tahun tersebut G20 mengeluarkan komunike "sebagai simbol ketahanan umat manusia dan kesatuan global dalam mengatasi COVID-19, kami memuji tekad Jepang dalam menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 tahun depan."
Artikulasi G20 kepada kalimat "simbol ketahanan umat manusia" melukiskan posisi spesial olahraga yang telah menjadi perlambang bagaimana manusia melawan pandemi yang hingga kini belum lenyap.
Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo, dan juga Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin di Beijing, serta event-event olahraga lainnya termasuk Euro 2020 dan PON Papua 2021, bisa dipandang simbol dan bentuk upaya manusia dalam melawan pandemi sehingga tidak merampas semua hal yang dimiliki manusia, termasuk hak untuk bergembira.
Olimpiade dan event-event olahraga terbukti memancarkan energi yang menyemangati dan menginspirasi umat manusia untuk tak dihentikan pandemi dan bahkan bisa berdampingan dengan pandemi.
Olahraga turut mengawali manusia untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Olahraga turut memulai upaya manusia menemukan lagi kegembiraan yang menjadi bagian penting untuk penyembuhan umat manusia dari trauma, bencana dan sakit.
Olahraga telah membuat tak semua dalam diri manusia dirampas oleh pandemi. Sebaliknya, kegembiraan, harapan dan optimisme yang menjadi bagian penting untuk energi bangkit umat manusia, telah turut dinyalakan kembali oleh olahraga.
Baca juga: Paris 2024 targetkan jual 13,4 juta tiket penonton
Untuk pembangunan berkelanjutan
Namun jauh sebelum komunike G20 mengenai olahraga, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sudah mengakui peran penting olahraga yang bahkan terlihat vital bagi kemajuan umat manusia.
PBB sejak lama mengakui, mengadvokasi dan mendukung sumbangsih penting olahraga dalam pembangunan dan perdamaian.
Kesemuanya disebutkan sebagai catatan penting pada berbagai resolusi Majelis Umum dan Dewan Hak Asasi Manusia, perjanjian-perjanjian PBB, beberapa laporan Sekretaris Jenderal dan dokumen-dokumen panduan lainnya yang menyoroti potensi unik dari olahraga.
Menurut PBB, proses dan tonggak yang mengarah kepada adopsi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 dan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 2015 mengikutkan pula komunitas olahraga untuk Pembangunan dan Perdamaian.
Hal itu diikuti dengan hasrat dan tekad kuat untuk terus menggunakan olahraga sebagai alat unik dalam mendukung berbagai rencana aksi global.
Sebagai hasil dari upaya bersama, khususnya dukungan negara-negara anggota PBB dalam mengakui sumbangsih olahraga untuk SDGs, para kepala negara dan pemerintahan serta perwakilan-perwakilan tinggi pun mengeluarkan deklarasi politik untuk agenda baru terkait olahraga ini.
Deklarasi itu berbunyi, "olahraga juga penggerak penting bagi pembangunan berkelanjutan. Kami mengakui sumbangsih olahraga yang terus meningkat dalam mewujudkan pembangunan dan perdamaian guna mempromosikan toleransi dan rasa hormat serta kontribusinya untuk pemberdayaan perempuan dan pemuda, individu dan masyarakat, serta tujuan-tujuan kesehatan, pendidikan dan inklusi sosial."
Ada benang merah antara deklarasi PBB tersebut dengan komunike G20 belakangan tahun ini, bahwa olahraga selaras dan bagian dari pembangunan berkelanjutan.
Semula diabdikan sebagai forum untuk menjawab berbagai krisis ekonomi dunia, G20 yang diinisiasi para menteri keuangan dan bank sentral sejumlah negara pada 1999, sudah berkembang menjadi forum yang menangani masalah-masalah besar yang berkaitan dengan perekonomian global.
Masalah-masalah besar itu termasuk stabilitas keuangan internasional, perubahan iklim, mitigasi dan pembangunan berkelanjutan yang pada 2015 memasukkan pula olahraga.
Lahan utama forum G20 memang kerjasama ekonomi dan keuangan internasional, tetapi dalam era yang begitu interdependen ini, kedua aspek itu tak bisa dilepaskan dengan sektor-sektor lain, termasuk olahraga yang tak bisa lagi dianggap semata soal kompetisi.
Baca juga: Olimpiade Beijing 2022 berpotensi lesatkan industri olahraga musim dingin
Industri miliaran dolar AS
Sebaliknya, olahraga juga sudah menjadi industri yang bisa menjadi salah satu aspek penting dalam perekonomian global.
Di negara-negara seperti Inggris, olahraga menjadi salah satu gerbang hidupnya iklim investasi mengingat klub, properti olahraga seperti stadion, dan atlet telah menjadi bagian dari siklus modal miliaran dolar AS.
Tren itu menyebar ke mana-mana ketika sejumlah negara agresif membangun citra nasional dengan merekatkan diri pada berbagai entitas dan brand olahraga.
Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Indonesia sendiri, Thailand, Korea Selatan, China dan lainnya aktif membangun sistem keolahragaan yang jelas ditujukan tak hanya demi olahraga. Dan sudah miliaran dolar AS dibenamkan sejumlah negara untuk olahraga.
Mengutip laporan "Sports Global Market Report 2020-30: COVID-19 Impact and Recovery", pasar olahraga global sendiri sudah mencapai 488,5 miliar dolar AS (Rp7.019 triliun) pada 2018, atau tumbuh 4,3 persen sejak 2014. Angka itu diprediksi naik 5,9 persen pada 2022 menjadi 614,1 miliar dolar AS (Rp8.824 triliun).
Gambaran ini semakin menguatkan bahwa olahraga memang sudah begitu terindustri dan tak bisa lagi dianggap sekadar kompetisi.
Lain dari itu, olahraga juga bisa menjadi bagian resolusi konflik dan mempromosikan perdamaian, walaupun belakangan terlihat seperti terpolitisasi akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Namun masih lebih baik menggunakan cara-cara damai seperti olahraga dalam upaya menghentikan perang dan mempromosikan hidup dalam komunitas internasional yang menghormati kemerdekaan dan kedaulatan nasional bangsa lain.
Lain dari itu, olahraga berkaitan juga dengan pembangunan berorientasi lingkungan yang juga gencar didengungkan G20 setelah degradasi kualitas lingkungan memicu pemanasan global yang bisa merusak masa depan umat manusia dan Bumi.
Aset-aset penting olahraga global, termasuk atlet, di antaranya pebalap Formula 1 Lewis Hamilton, sudah sering mengungkapkan tekad meningkatkan kualitas lingkungan. Pelaku-pelaku olahraga merangkum semua ini dalam apa yang disebut Green Sports Alliance.
Oleh karena itu, mungkin tak apalah mengimbuhkan olahraga dalam G20 walau hanya sedikit. Paling tidak menyelipkannya dalam narasi besar forum ini atau dalam event-event terkait G20.
Baca juga: Paris puji kegigihan Tokyo gelar Olimpiade dan Paralimpiade
Copyright © ANTARA 2022