Karanganyar (ANTARA) - DPR RI berupaya memastikan kesiapan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) sejumlah perusahaan di kawasan Soloraya sebagai bagian dari upaya menyejahterakan pekerja.
"Dari Komisi IX ingin mengetahui sejauh mana persiapan JKP di daerah, karena jaminan kehilangan pekerjaan merupakan amanah UU Cipta Kerja," kata anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen di Karanganyar, Kamis.
Oleh karena itu, pada hari ini ia bersama sejumlah anggota Komisi IX yang lain berencana melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Boyolali dimana daerah tersebut terdapat sejumlah perusahaan padat karya.
Baca juga: Polemik Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
"Di Boyolali banyak perusahaan besar, seperti Pan Brothers, Sritex. Kami juga ingin tahu apakah para buruh sudah mendapatkan haknya sesuai UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)," katanya.
Selain berupaya memastikan perusahaan besar menyejahterakan para pekerja, pada kunjungan kerja tersebut pihaknya juga ingin melihat bagaimana sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di perusahaan.
"Ini kan trik perusahaan juga. Kami ingin tahu itu karena kami dengar di Boyolali saat pandemi 3.000-5.000 orang yang kehilangan pekerjaan alasannya kontrak nggak diperpanjang. Ini kan dampaknya luar biasa," katanya.
Pihaknya memastikan jika dalam kunjungan kerja tersebut ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan undang-undang (UU), komisi IX akan merekomendasikan beberapa hal ke Kemenaker.
Baca juga: Menaker : Program JKP telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
Baca juga: Kemnaker: JKP hak pekerja terkena PHK dan tidak gantikan pesangon
"Kalau PKWT sebetulnya sah-sah saja, tapi harus logis dan rasional. Kalau hanya untuk cheating (curang) ya merugikan masyarakat. Kalau merugikan kenapa tidak kami pertimbangkan ulang untuk mengubah UU," katanya.
Ia juga memastikan jika ada perusahaan yang tidak menaati aturan, akan ada langkah lanjutan. "Kami akan koordinasi dengan Kemnaker, sejauh mana pelanggaran yang mereka lakukan, sudah akut atau belum. Cukup ditegur atau harus dicabut izinnya," katanya.
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022