Jakarta (ANTARA) - Tim peneliti China berhasil merekonstruksi perubahan suhu dan hidrologi di dataran China utara, yang dipengaruhi angin monsun, selama 30.000 tahun terakhir.

Hasilnya menunjukkan bahwa suhu udara di dataran China utara berada di kisaran 8-9 derajat Celsius lebih hangat selama periode pertengahan Zaman Holosen (sekitar 6.000 tahun yang lalu) dibandingkan pada periode Glasial Maksimum Terakhir (sekitar 22.000 tahun silam), dan bahwa nilai pH tanah berkorelasi negatif dengan kelembapan tanah namun dengan kelambatan 2.000 hingga 4.000 tahun akibat efek penyangga (buffer) karbonat, menurut artikel penelitian yang dirilis dalam jurnal Quaternary Science Review, seperti dilansir Xinhua, Rabu.

Sebaliknya, kelembapan tanah meningkat seiring dengan suhu udara, menunjukkan bahwa curah hujan monsun musim panas Asia Timur akan meningkat dan China utara akan menjadi lebih basah dalam waktu dekat di saat pemanasan global masih terus berlanjut, papar artikel penelitian itu.

Selain itu, peningkatan awal suhu di darat dan laut selama periode deglasiasi (transisi dari kondisi glasial penuh selama zaman es ke interglasial hangat) terakhir memperlambat insolasi musim panas di garis lintang tinggi utara dan hal itu terjadi lebih awal dari perubahan konsentrasi karbon dioksida atmosfer, yang menunjukkan bahwa insolasi merupakan pemicu utama dari pemanasan deglasial terakhir.

Hujan monsun musim panas Asia Timur merupakan bagian penting dari sistem sirkulasi monsun global dan krusial bagi perpindahan air dan panas antara belahan Bumi bagian utara dan selatan.

Penelitian tersebut dilakukan oleh para peneliti dari Institut Geologi dan Geofisika di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Pewarta: Xinhua
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2022