Jakarta (ANTARA) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan komunitas internasional harus menumbuhkan budaya toleransi dan saling menghormati untuk meredam reaksi kemarahan komunitas muslim akibat karikatur Nabi Muhammad yang diterbitkan pertama kali di salah satu koran Denmark pada September 2005. Hal tersebut tercantum dalam artikel Presiden yang dimuat pada International Herald Tribune halaman empat edisi Jumat, 10 Februari 2006 dengan judul "Let`s try to get beyond caricatures". Dalam artikel yang judul aslinya "Let`s nurture a global culture of respect and tolerance" itu Presiden menyarankan dua langkah penting yang perlu dilakukan komunitas internasional. "Dimulai dengan berhenti melakukan pembenaran penerbitan kartun itu dengan alasan kebebasan pers karena hal itu hanya akan memperkeras reaksi komunitas muslim. Langkah penting lainnya adalah dengan menghentikan reproduksi kartun itu yang hanya mengakibatkan berlarut-larutnya kemarahan," tulis Presiden dalam paragraf ke dua dari artikelnya. Umat muslim merasa gambaran Nabi yang selama 14 abad tetap dilarang divisualisasikan itu merupakan penghinaan langsung terhadap keyakinan mereka. "Mencetak ulang karikatur dengan alasan kebebasan berbicara adalah kecerobohan sangat berbahaya dan bertentangan dengan demokrasi. Tindakan itu bisa diterjemahkan oleh komunitas Islam bahwa dalam demokrasi menyinggung Islam diperbolehkan," lanjutnya. Menurut Presiden, hal itu dapat merusak upaya membuktikan bahwa demokrasi dan Islam bisa berjalan seiring. "Muslim kebanyakan yang sholat lima kali sehari butuh diyakinkan bahwa demokrasi yang direngkuh dan diharapkan untuk dibela juga melindungi dan menghormati simbol Islam yang suci. Jika tidak, Demokrasi tidak akan menarik bagi mereka," kata Presiden dalam artikel sepanjang 13 paragraf itu. Krisis karikatur ini merupakan peringatan bahwa semua kericuhan bisa terjadi dalam dunia yang tidak bertoleransi dan bermasa bodoh. Komunitas global seharusnya menumbuhkan demokrasi atas dasar kebebasan dan toleransi, bukan demokrasi kebebasan melawan toleransi. Toleransilah yang melindungi kebebasan, menghargai keberagaman, memperkuat kedamaian dan menghantar pada kemajuan. "Jangan sampai krisis karikatur ini memecah komunitas internasional terpecah belah. KIta harus lebih banyak membangun jembatan antara agama, peradaban dan budaya. Pemimpin negara, tokoh agama, dan warga negara biasa harus lebih mendukung kebebasan beragama dengan mengekspresikan solidaritas kepada mereka yang mempertahankan integritas keyakinan mereka," katanya. Selain itu, komunitas internasional juga perlu meningkatkan dialog lintas agama sehingga dapat meruntuhkan kesalahpahaman dan ketidakpercayaan. "Umat muslim di seluruh dunia juga memiliki tanggung jawab. Tidak seorang pun -pastinya juga bukan muslim- menginginkan krisis yang terjadi berkembang menjadi konflik terbuka dan pertumpahan darah," lanjut persiden dalam tulisan itu. Cara terbaik bagi muslim untuk memerangi sikap tidak toleran dan masa bodoh terhadap Islam adalah dengan teru-menerus berupaya menjangkau kaum non muslim dan menunjukkan Islam sebagai agama yang damai. "Kita juga harus mau memaafkan pihak-pihak yang telah secara tulus meminta maaf karena telah menyinggung Islam. Dalam situasi sulit seperti ini, umat muslim mungkin dapat menitu Nabi Muhammad yang dikenal memiliki kualitas tinggi dalam hal kesabaran, kearifan, kemurahan hati dan kebajikan," demikian Presiden menutup artikelnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006