"Kami mengimbau pemerintah melakukan koordinasi dengan otoritas moneter menurunkan suku bunga dan menyehatkan likuiditas perbankan, agar mampu menyalurkan kredit dengan bunga murah," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Bambang menilai efektivitas nilai stimulus Rp71,3 triliun dalam APBN 2009 itu sangat rendah untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi, khususnya sektor riil di dalam negeri bila tidak diimbangi dengan penurunan suku bunga kredit bagi modal kerja dan investasi.
Menurut dia, pemerintah hanya mengambil posisi pasif dalam menangkal dampak krisis ekonomi bila hanya melakukan pendekatan keringanan dan subsidi pajak. Ia menghendaki pemerintah mengambil peran aktif dalam merespons setiap ancaman dan potensi masalah yang ditimbulkan sebagai dampak krisis global.
"Subsidi harga obat generik dan minyak goreng plus pembebasan PPN tidak signifikan menguatkan daya beli rakyat atau mendorong peningkatan konsumsi dalam negeri. Saat daya beli rakyat lemah, subsidi harga pun tidak mampu memompa peningkatan produktivitas dalam negeri," katanya.
Bambang juga menilai keringanan pajak dan pembebasan bea masuk (BM) tidak efektif menggerakkan atau memulihkan sektor riil, karena banyak unit usaha di berbagai sektor tidak layak lagi jadi obyek pajak akibat terancam bangkrut. Demikian pula dengan pembebasan BM.
"Tanpa bebas BM pun, impor barang modal, bahan baku, dan bahan mentah sudah merosot tajam. Hingga minggu ketiga Januari 2009, nilai impor hanya 3,5 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan Januari 2008 yang mencapai 9,5 milar dolar AS," katanya. Dari kecenderungan itu, lanjut dia, kegiatan produksi dalam negeri terus menurun yang berarti ancaman pemutusan hubungan kerja (phk) akan meluas.
"Kalau stimulus dalam APBN 2009 hanya menunggu bola dari sektor bisnis, pengrusakan ekonomi nasional oleh krisis sekarang tidak bisa dihentikan. Menurunkan suku bunga dan penyehatan likuiditas bank akan membantu efektivitas stimulus fiskal pada APBN 2009," ujar Bambang. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009