Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong Mahkamah Agung (MA) RI untuk mengeluarkan pedoman penjatuhan hukuman pengganti restitusi bagi pelaku kejahatan.
"Selain mengantisipasi perbedaan mencolok antarputusan, pedoman itu diharapkan dapat memaksimalkan hukuman pengganti restitusi tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hal itu ia sampaikan usai menyerahkan restitusi bagi korban TPPO bersama Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Selatan, Banten. Dalam putusan hakim, pelaku diwajibkan membayar restitusi Rp9.275.000 dengan subsider kurungan pengganti selama enam bulan.
Baca juga: LPSK harap Menko Polhukam beri atensi khusus kasus kerangkeng manusia
Menurut Antonius, subsider hukuman pengganti maksimal dari majelis hakim pada kasus TPPO yang ditangani Kejari Tangerang Selatan, pelaku atau terpidana dipaksa memilih untuk membayar restitusi kepada korban.
"LPSK berharap hakim berani menjatuhkan kurungan pengganti restitusi maksimal sampai dengan satu tahun," kata Antonius.
LPSK, ujar dia, menemukan putusan hakim yang beragam terkait kurungan pengganti restitusi. Dalam putusan PN Tangerang Selatan Mei 2020, jumlah restitusi, yakni Rp9.275.000 dan subsider kurungan pengganti selama enam bulan. Namun, pada perkara TPPO di pengadilan lain, restitusi sekitar Rp62 juta dan subsider kurungan pengganti hanya dua bulan.
Baca juga: LPSK fasilitasi perhitungan restitusi untuk korban investasi ilegal
"Keberhasilan restitusi masih minim. Artinya, restitusi yang dibayarkan kepada korban masih rendah dalam segi jumlah," kata dia.
Kendati demikian, secara umum restitusi perkara TPPO menempati posisi paling tinggi di LPSK dibandingkan restitusi kejahatan seksual atau restitusi kasus penganiayaan.
Khusus perkara di Kejari Tangerang Selatan, ujarnya, saksi dan korban menjadi terlindung LPSK. Sejauh ini, ada dua kasus TPPO, yaitu perkara dengan korban berinisial D yang restitusinya dibayarkan, dan kasus Kafe Venesia dengan empat orang korban. Hanya saja, pada kasus Kafe Venesia tidak ada pembayaran restitusi.
Baca juga: LPSK: Bupati Langkat tuai keuntungan Rp177,5 miliar dari perbudakan
Bahkan, dalam putusannya kasus Kafe Venesia disebutkan bukanlah kasus TPPO melainkan kasus mempekerjakan anak. Untuk kasus korban D, restitusi yang dibayarkan senilai Rp9.275.000, ujar dia.
Selain memaksimalkan hukuman pengganti atas restitusi, katanya, upaya lain yang bisa diterapkan untuk pembayaran restitusi adalah penyitaan aset pelaku oleh aparat penegak hukum.
"Atau restitusi bisa dibebankan kepada pihak ketiga yang terkait dengan tindak pidana tersebut," ujarnya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022