PBB, New York (ANTARA News/AFP) - PBB, Selasa (27/9), menyampaikan kekhawatiran mengenai persetujuan Israel untuk membangun 1.100 rumah baru buat pemukim di Jerusalem Timur.
Keputusan pemerintah Israel "sangat memprihatinkan", kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB B. Lynn Pascoe pada satu pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Timur Tengah.
"Kami telah berulang-kali menyatakan kegiatan permukiman tidak sah dan bertolak-belakang dengan komitmen Israel pada peta jalan," kata Pascoe sebagaimana dikutip AFP, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Rabu malam.
PBB adalah bagian dari Kuartet diplomatik mengenai Timur Tengah --bersama Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa, yang telah mendorong diterimanya peta jalan bagi proses perdamaian Palestina-Israel selama beberapa tahun.
Ketika Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyampaikan permohonannya bagi keanggotaan PBB, Jumat lalu (23/9), Kuartet melancarkan upaya baru guna menghidupkan lagi pembicaraan Palestina-Israel --yang macet-- dengan menetapkan jadwal baru bagi dicapainya kesepakatan.
"Dilanjutkannya perundingan dan dicapainya kemajuan lebih mudah dikatakan daripada dilakukan," kata Pascoe kepada dewan 15-anggota tersebut.
"Kami berharap apa pun yang mereka siapkan, masing-masing pihak sekarang bertindak menuju pertemuan persiapan yang disiapkan oleh Kuartet," katanya.
Pemimpin Palestina mengatakan persetujuan Israel untuk membangun 1.100 rumah baru di Jerusalem Timur, yang diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri Israel pada Selasa, adalah penolakan terhadap usul Kuartet bagi pembicaraan perdamaian baru.
Amerika Serikat sudah menyampaikan kekecewaannya nyata atas rencana permukiman baru Israel di Jerusalem Timur, tanda mengenai ketegangan baru dengan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Departemen Luar Negeri AS dan Gedung Putih mengeluarkan pengutukan keras setelah Kementerian Dalam Negeri Israel menyatakan rumah baru itu telah disetujui oleh komite perencanaan wilayahnya.
Sementara itu perunding Palestina Saeb Erakat mengatakan, "Dengan ini, Israel menanggapi pernyataan Kuartet dengan 1.100 `Tidak`."
Perundingan antara Israel dan Palestina macet setahun lalu, setelah Israel menolak untuk memperpanjang moratorium mengenai pembangunan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan.
Israel menganggap kedua wilayah Jerusalem sebagai ibu kotanya "yang abadi dan tak bisa dibagi" dan tak menganggap pembangunan di Jerusalem Timur sebagai kegiatan permukiman.
Namun, rakyat Palestina percaya Jerusalem Timur mesti menjadi ibu kota negara masa depan mereka dan dengan keras menentang perluasan kekuasaan Israel atas wilayah Arab yang direbut negara Yahudi itu.
(Uu.C003)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011