Agar ke depan, masyarakat tidak lagi menggunakan air tanah
Jakarta (ANTARA) - Perumda PAM Jaya mengkampanyekan penghematan air tanah melalui tagar SaveGroundWater dalam rangka menyambut Hari Air Sedunia 2022.
Kampanye menghemat air tanah itu berkorelasi erat bagi perusahaan, kata Direktur Utama Perumda PAM Jaya Syamsul Bachri Yusuf, mengingat sejauh ini cakupan layanan baru mampu memenuhi 68 persen dari total penduduk DKI Jakarta.
"Itu artinya masih ada 32 persen warga DKI Jakarta yang masih menggunakan air tanah dan masih mengeksploitasi air tanah untuk kehidupannya sehari-hari," kata Syamsul di Danau Cincin, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa.
Syamsul mengatakan berdasarkan amanah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, perusahaan diminta membangun sistem perpipaan air minum untuk memberikan layanan bagi seluruh warga Jakarta pada 2030.
Agar ke depan, masyarakat tidak lagi menggunakan air tanah serta beralih dengan layanan perpipaan dari PAM Jaya 100 persen.
Perumda PAM Jaya memperkirakan ada kebutuhan masyarakat sebesar 11.000 liter per detik pasokan air dan tambahan 4.200 kilometer pipa yang harus disambungkan dari rumah ke rumah agar seluruhnya bisa terlayani.
"Hal ini berarti hari ini ada 11.000 liter per detik air yang diambil dari tanah oleh warga Jakarta untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga untuk mengatasi ini, kami perlu membangun sistem perpipaan yang baik," kata Syamsul.
Syamsul mengatakan penggunaan air tanah oleh masyarakat semestinya harus diakhiri segera.
Peringatan
Sebab, beberapa waktu yang lalu, sudah datang peringatan dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden tentang potensi tenggelamnya Jakarta pada 2030.
Tenggelamnya Jakarta, kata Syamsul, bukan hanya karena faktor eksternal (kenaikan permukaan air laut) tapi juga ada faktor internal yaitu laju penurunan permukaan tanah kita, atau ambles tanahnya, berlangsung sangat cepat. Bahkan, di beberapa tempat di DKI Jakarta bisa mencapai sembilan sentimeter per tahun.
Karena itu kampanye hemat air tanah itu dinilai relevan dengan perkembangan situasi yang dihadapi Jakarta saat ini.
Asisten Pembangunan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Afan Adriansyah mengatakan ada satu hal yang terjadi di Jakarta yang dikenal dengan "Jakarta Sinking".
Penyebabnya yang dominan berkaitan dengan penurunan muka tanah di Jakarta di kawasan pesisir.
"Titik mana yang paling tinggi penurunan muka tanahnya? Yang paling tinggi di pesisir yang posisinya ada di sekitar sisi barat yang terparah ada di sekitar Muara Baru, karena memang banyak terjadi pengambilan air tanah atau eksploitasi secara masif atau berlebihan," kata Afan.
Berkaitan dengan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah untuk menertibkan eksploitasi air tanah di kawasan yang sudah mendapat layanan perpipaan.
Di dalam Pergub tersebut, kata Afan, ditetapkan bahwa tahun depan, mulai 1 Agustus 2023 untuk jalan maupun kawasan yang memang sudah dilayani air perpipaan dilarang mengambil atau memanfaatkan air tanah.
"Untuk area-area yang sudah dilayani jaringan perpipaan tidak diperkenankan lagi per Agustus 2023," kata Afan pula.
Pergub itu juga menyebutkan ada kriteria yang dibolehkan mengambil air tanah yaitu bangunan dengan luas lebih dari 5.000 meter persegi, jumlah lantai lebih dari delapan lantai, dan lain-lain.
"Upaya kami untuk mitigasi penurunan air tanah, kalau orang tidak diperkenankan mengambil air dari dalam tanah berarti kita perlu perluas cakupan air bersih, bahwa posisi "existing" 68 persen sekarang ini. Kita bergerak menuju ke 100 persen di tahun 2030," kata Afan.
Tiga strategi
Secara garis besar ada tiga strategi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Pertama, mengembangkan SPAM domestik atau lokal.
"Sudah bisa dilihat tadi ada testimoni dari warga yaitu SPAM Hutan Kota dengan kapasitas 500 liter per detik. Setelah SPAM hutan kota itu beroperasi, warga bisa terlayani dengan air bersih dengan harga sangat murah, jauh berbeda dengan sebelum terbangunnya SPAM Hutan Kota tersebut," kata Afan.
Kedua mengoperasikan SPAM regional dengan bersama-sama Pemerintah Pusat membangun beberapa SPAM regional, seperti di Waduk Jatiluhur, Kariyan dan lain-lain.
Satu lagi yang tidak kalah penting untuk mencapai target tersebut, Pemprov DKI Jakarta berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan air untuk masyarakat-masyarakat yang ada di permukiman kumuh (slum area).
"Tema yang tadinya enggak mungkin jadi mungkin, bahwa dulu itu untuk daerah kumuh tidak diizinkan untuk memperoleh adanya layanan air bersih. Pada tahun 2020, diterbitkan Pergub 16 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum. Setelah itu, baru dimungkinkan "slum area" tersebut memperoleh layanan air bersih," kata Afan.
Tak hanya memperoleh layanan, Pemprov DKI Jakarta juga mengupayakan tarif layanan air bersih dengan biaya murah dan terjangkau.
Maka tahun 2021 diterbitkan kembali Pergub 57 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis Air Minum.
Dengan pergub tersebut, masyarakat yang tadinya harus membeli air sampai dengan Rp40 ribu per meter kubik, setelah diterbitkannya Pergub tersebut, biaya yang diperlukan sangat jauh lebih kecil yakni sekitar Rp 1.000-3.000 per meter kubik.
"Dengan adanya Pergub tersebut, maka masyarakat bisa merasakan memperoleh tarif dengan biaya sangat murah dan terpenting esensi Pergub ini sudah dilakukan penyamaan tarif antara warga yang ada di pulau dan di daratan (DKI Jakarta). Ini semua kami upayakan untuk mencapai target 100 persen pada 2030," kata Afan.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022