"Saya hanya bisa bersyukur untuk semua karunia ini."
Jakarta (ANTARA News) - Awalnya ia tampak menikmati alunan lagu dari kelompok penyanyi Santi Swara. Sesekali tanggannya bertepuk tangan. Tiba-tiba saja, ia tak kuasa menahan air mata, dan terisak.
Tangan kanannya pun menyeka kedua kelopak mata yang basah. Dialah Jakob Oetama, tokoh pers nasional, saat mendengar alunan lagu "Oh My Papa" di hari ulang tahunnya ke-80.
"Mengharukan. Ini acara yang sulit saya tolak atas kepedulian teman-teman. Lagu tadi, 'Oh My Papa', juga mengharukan. Saya hanya bisa bersyukur untuk semua karunia ini," kata Jakob Oetama, pendiri kelompok bisnis Kompas Gramedia, di sela-sela acara ulang tahunnya di Bentara Budaya, Jakarta, Selasa.
Pak Jakob, demikian sapaan akrabnya, lahir di Desa Jowahan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 27 September 1931. Ia pernah menjadi guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mardiyuwana Cipanas, Jawa Barat, pada 1952, dan SMP Van Lith Jakarta pada 1953.
Dalam beberapa kesempatan, ia sempat mengemukakan, mengajarkan lagu "Oh My Papa" kepada para muridnya.
Satu lagu Jerman berdialek Swiss berjudul asli "O mein Papa" itu mengisahkan rasa kebanggaan dan kecintaan seorang anak perempuan terhadap ayahnya tercinta yang berprofesi sebagai badut. Lagu tersebut diciptakan Paul Burkhard pada 1939.
"O mein Papa" menjadi lagu pengiring film yang beredar di Swiss dan Jerman, "Feuerwerk" (kembang api), yang dilantunkan Lili Palmer. Kemudian, John Turner dan Geoffrey menggubah lagu tersebut dalam versi bahasa Inggris berjudul "Oh My Papa".
Rekaman lagu itu sempat menduduki peringkat satu di Billboard Amerika Serikat (AS) pada 1954, usai direkam orkestra Eddie Fisher bersama Hugo Winterhalter pada 12 Desember 1953 di perusahaan rekaman label EMI.
Melalui lagu "Oh My Papa" itulah Pak Jakob, sang penerima Bintang Mahaputera pada 1973, juga diingat oleh para muridnya maupun kerabat dekatnya sebagai sosok yang gemar menyanyi, bahkan sambil bermain piano.
Saat dikonfirmasi di usianya ke-80, Doktor Kehormatan (honoris causa) dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu pun menjawab sambil tersenyum, "Itu dulu. Sekarang hanya sesekali. Lebih sering bersenandung."
Dalam perayaan ulang tahun yang disembahkan karyawan Kompas Gramedia, Pak Jakob terlihat sulit untuk menutupi kegemarannya terhadap dunia seni.
Buktinya, ia menepuk-nepukkan tanggannya ke paha saat menikmati sejumlah alunan lagu dari Santi Swara, yang melibatkan pegawai Kompas Gramedia. Alumni Perguruan Tinggi Ilmu Publisistik di Jakarta (1950) tersebut juga melakukan hal yang sama saat menyaksikan kelompok Orkes Kamar Sa' Unine (sebunyinya) dari Yogyakarta.
Tatkala seniman Cak Fauzan melukis gunakan pasir, yang disebutnya Bayang Pasir Orchestra, Pak Jakob terlihat antusias. Apalagi, Cak Fauzan tampak mahir menabur pasir dan menorehkan jemarinya membentuk berbagai gambar, antara lain gunungan wayang, Candi Borobudur, kampus UGM Yogyakarta, suasana Jakarta, gedung Kompas Gramedia, dan diakhiri profil Jakob Oetama disertai tulisan "Selamat Ulang Tahun Pak Jakob".
"Saya hanya bisa bersyukur, bersyukur dan terus bersyukur. Tuhan Yang Maha Pengasih menggunakan saya dalam hidup yang diberikan. Saya melakukan refleksi sampai kesimpulan bahwa sesungguhnya saya tidak patut atau pantas menerima tugas yang begitu mulia, tapi karena perkenaanNya saja," demikian Pak Jakob saat menyampaikan sambutan ulang tahun ke-80.
Acara ulang tahun itu juga ditandai peluncuran buku "Bersyukur Tiada Henti, Jejak Langkah Jakob Oetama" yang disusun Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Stanislaus Sularto.
Sejarah pers nasional mencatat Jakob Oetama bersama Petrus Kanisius Ojong (1920-1980) mendirikan media cetak bulanan Intisari pada 1963, yang kemudian berkembang ke surat kabar harian Kompas di tahun 1965, dan menjadi industri media massa kelompok Kompas Gramedia (KG).
Pak Jakob pernah menjadi Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) saat diketuai Rosihan Anwar (1922-2011), dan kini menjabat Ketua Dewan Penasehat Serikat Perusahaan perS (SPS), dan Pendiri/Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro (YPMA) yang menaungi Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS).
Masyarakat Hari Pers Nasional (HPN) 2011, yang melibatkan Dewan Pers, PWI, SPS, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Serikat Grafika Pers (SGP), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)-- menganugerahi Medali Emas Spirit Jurnalisme kepada Jakob Oetama.
Pak Jakob dinilai komunitas HPN dapat menjadi sosok panutan bagi insan pers dan khalayak umum atas semangatnya memajukan karya jurnalistik, manajemen media massa, dan pendidikan jurnalisme nasional. Ia juga menjadi pendiri dan Ketua Yayasan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Serpong, Banten.
Sejumlah tokoh nasional hadir dalam acara ulang tahun ke-80 Jakob Oetama, antara lain M. Jusuf Kalla, Ibu Herawati Diah, JB Soemarlin, Mar'ie Muhammad, Marie Pangestu, Fadel Muhammad, KH Syafii Ma'arif, Ibu Sinta Nuriyah bersama Yenny Wahid, DH Assegaff, Sabam Siagian, Fikri Jufri, Chaerul Tanjung, Ishadi Sk, Parni Hadi dan M. Sobary. (*)
Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011