Jakarta (ANTARA News) - Ternyata tokek yang sering kita jumpai bergelantungan di tembok dan langit-langit rumah bisa dihargai hingga satu miliar rupiah di pasar.

"Tokek yang mempunyai berat hingga lima ons dapat dijual hingga satu miliar rupiah," kata Muri, seorang pedagang hewan di Pasar Burung Pramuka di Jakarta, Selasa.

Menurut Muri, tokek rumah, atau nama ilmiahnya Gecko gecko, bisa berharga sangat tinggi karena hewan tersebut dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit bahkan AIDS.

"Tokek yang mempunyai berat lima ons sudah memproduksi liur dan empedu. Air liur dan empudu itulah yang dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit, bahkan AIDS," kata pria berumur sekitar 60 tahunan itu.

Namun, tidak mudah untuk mendapatkan tokek yang mempunyai berat lima ons. Rata-rata tokek dagangan pak Muri hanya mempunyai berat sekitar satu hingga dua ons.

Muri menambahkan, tokek yang mempunyai berat lima ons bisa berumur hingga puluhan tahun dan mempunyai ukuran sepanjang botol air mineral kemasan satu liter.

Menurut Muri, hewan bertotol-totol tersebut juga dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit dan menjadi bahan kosmetik. Bahkan tidak jarang pembeli yang mendatangi kiosnya di Pasar Burung Pramuka itu membawa tokeknya hingga ke luar negeri untuk diolah menjadi obat.

"Untuk pengobatan, tokek bisa langsung dikonsumsi dagingnya, bahkan di beberapa tempat daging tokek dikonsumsi dalam bentuk sate tokek," kata Muri.

Harga tokek yang melambung menyebabkan binatang yang masih sekerabat dengan cicak ini menjadi hewan buruan.

Perburuan dilakukan pada malam hingga dinihari karena binatang tersebut lebih banyak beraktivitas di malam hari.

Seperti yang diberitakan ANTARA, perburuan tokek pernah marak di Kabupaten Lebak, Banten.

Menurut pengakuan salah seorang warta Lebak, Dodi, tokek hasil buruan warga dijual ke penampung di daerah Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat.

Begitu pula, Adi (30), warga Desa Rangkasbitung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, yang mengaku telah membudidayakan binatang tokek karena nilai jualnya mencapai jutaan rupiah.

"Kami membudidayakan tokek ini hanya membesarkan saja karena tokek yang didapati dari perburuan warga dengan berat antara dua sampai tiga ons," katanya.

Dia menyebutkan, apabila tokek itu beratnya sudah mencapai di atas empat ons maka ditampung pembeli dari Jakarta.

Selanjutnya, pembeli dari Jakarta itu juga menampung tokek dari berbagai daerah untuk diekspor ke luar negeri sebagai penyembuh obat HIV/AIDS dan anti tumor.

Tokek juga digunakan dalam pengobatan tradisional China atau traditional Chinese medicine (TCM) karena memiliki efek anti-tumor.

Akan tetapi, seperti yang pernah diberitakan oleh media Singapura Asiaone pada 25 Agustus 2011, Direktur komunikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Christy Feig, melalui e-mail ke New Straits Times mengatakan, “Klaim bahwa tokek dapat menyembuhkan penyakit sama sekali tidak memiliki kredibilitas dan desas-desus bahwa reptil itu dapat membantu meringankan penyakit AIDS tidak benar”.

Sebelumnya, Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, Nurly Edlinar, mengimbau masyarakat jangan memburu satwa tokek karena dapat merusak ekosistem habitat lingkungan.

Meskipun, satwa tokek tersebut tidak termasuk binatang yang dilindungi pemerintah, tetapi manfaatnya bagi lingkungan sangat besar, seperti memakan berbagai jenis nyamuk, termasuk nyamuk aedes aegypty pembawa virus demam berdarah (DBD).

"Setiap tahun tingginya penderita DBD disebabkan berkurangnya tokek. Bahkan di Rangkasbitung satwa tokek sudah langka dan tidak terdengar lagi bunyi tokek di malam hari," kata Nurly.

Perburuan tokek yang marak belakangan ini dapat menjadi ancaman bagi populasi tokek itu sendiri dan keseimbangan ekosistem.

Tokek dapat berperan untuk mengendalikan hama dan mempertahankan ekosistem yang rapuh. Di alam, tokek adalah predator pemakan serangga dan cacing.

Spesies yang lebih besar berburu burung kecil dan binatang pengerat.

Satu pertanyaan yang muncul adalah apakah harga tokek yang dibandrol sangat tinggi itu sebanding dengan harga yang harus dibayar untuk kerusakan dan keseimbangan ekosistem?

(SDP-04)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011