Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan regulasi hak cipta jurnalistik (publisher rights) bukan menegaskan sikap anti-platform digital, melainkan untuk menciptakan sistem media yang seimbang dan setara.
"Kalau ada kolaborasi antara media, publisher, dengan platform, mungkin kolaborasi ini saling menguntungkan, saling menghidupi," kata Agus saat ditemui wartawan di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan bahwa media massa konvensional memiliki tanggung jawab atas konten yang disebarkan dan apabila membuat kesalahan dalam pemberitaan maka regulasi yang tersedia dapat menjawab permasalahan tersebut, seperti Undang-Undang (UU) Pers dan UU Penyiaran.
Baca juga: Dewan Pers: Dibutuhkan "publisher rights" atasi feodalisme digital
Namun, hal tersebut tidak terjadi pada platform digital global selama ini. Menurut Agus, tanggung jawab platform digital dalam penyebaran konten menimbulkan pertanyaan.
"Kami juga ingin platform global itu juga bertanggung jawab atas konten yang turut mereka sebarkan meskipun itu bukan mereka yang membuat konten," tuturnya.
Menurut Agus, regulasi hak cipta jurnalistik menekankan semangat kesetaraan tanggung jawab antara penerbit dan platform digital. Yang tak kalah penting, regulasi ini juga menegaskan agar kedua pihak dapat menjalin kolaborasi untuk membangun jurnalisme dan ruang publik yang berkualitas, beradab, serta beretika dalam konteks ruang publik yang sesuai dengan nilai-nilai NKRI dan Pancasila.
"Dan yang paling penting lagi adalah bagaimana kolaborasi ini berkontribusi pesat terhadap upaya untuk membangun good journalism, good content, ruang publik yang beradab," ujar Agus.
Sejumlah negara telah memiliki regulasi yang mendukung media jurnalistik di tengah disrupsi teknologi. Australia, misalnya, pada awal tahun ini mengesahkan undang-undang "News Media Bargaining Code" sehingga perusahaan media massa dapat bernegosiasi terkait harga konten jurnalistik yang dimuat di platform digital global.
"Publisher rights itu bukan hanya di Indonesia, itu menjadi fenomena global. Di Eropa, Australia, dan sekarang negara-negara lain, Kanada dan lain-lain, juga mengadopsi dalam konteks nasionalitas mereka," kata Agus.
Baca juga: Kominfo: "Publisher rights" jaga konvergensi media lebih berimbang
Baca juga: Ketua MPR dukung kebijakan Presiden Jokowi terkait "publisher rights"
Baca juga: Presiden dukung regulasi "publisher rights" segera diterbitkan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022