Jakarta, 27/9 (ANTARA) - Pada tanggal 14 - 16 September 2011, Delegasi RI yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) - Kementerian Kehutanan, Iman Santosa, telah melakukan kunjungan kerja ke Brussel dalam rangka (1) Legal Scrubbing Dokumen Perjanjian Forest Law Enforcement Governance and Trade - Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) antara Pemerintah RI - Uni Eropa (UE) dan (2) sosialisasi SVLK bagi Kedutaan Besar dan Pejabat Ekonomi Perwakilan RI di negara-negara anggota Uni Eropa. Anggota delegasi RI terdiri dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, perwakilan dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, Kementeraian Luar Negeri, Lembaga Verifikasi Kayu (LVK), LSM, MFP Asosiasi Kehutanan, dan Dekranasda Bali.
Agenda kegiatan yang dilaksanakan meliputi : (1) Legal Scrubbing Dokumen Perjanjian FLEGT-VPA oleh Tim Teknis, (2) sosialisasi SVLK dan FLEGT-VPA, (3) pertemuan teknis Pre-Joint Preparatory Committee (JPC), dan (4) pertemuan bilateral Dirjen BUK Kemenhut dengan Dirjen Lingkungan UE. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pemarafan dokumen perjanjian FLEGT-VPA RI - UE antara Menteri Kehutanan dengan Komisioner Perdagangan UE pada tanggal 4 Mei 2011 di Jakarta.
Dari beberapa pertemuan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Kajian hukum (legal scrubbing) terhadap dokumen perjanjian FLEGT-VPA antara RI dan UE telah berhasil diselesaikan untk seluruh dokumen (legal text dan seluruh Annex), kecuali sebagian dar Annex V yang menunggu hasil revisi Permenhut P.38/2009.
2. Sosialisasi FLEGT-VPA dan SVLK yang dihadiri oleh atase perdagangan, perindustrian, dan pertanian, serta pejabat dari Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang ada di kawasan UE, menjadi media yang efektif untuk mempromosikan legalitas produk perkayuan Indonesia.
3. Adapun pertemuan bilateral antara Delegasi RI dengan UE menghasilkan kesepakatan:
- Pihak UE menyampaikan penghargaan atas capaian Indonesia dalam proses negosiasi FLEGT-VPA, terutama atas keterlibatan para pemangku kepentingan serta proses perundingan yang cukup cepat dan lancar. Uni Eropa berharap pemerintah Indonesia turut berperan dalam meyakinkan negara lain untuk mengadopsi FLEGT-VPA.
- Beberapa Negara anggota UE telah menyatakan kesiapannya untuk menerima produk kayu yang telah mendapat sertfikat SVLK dari Indonesia.
- UE akan memberlakukan EU Timber Regulation mulai 3 Maret 2013, dan untuk produk kayu yang telah bersertifikat SVLK akan melewati green lane serta tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
- Disepakati revisi roadmap implementasi VPA yang memuat timeline yang baru.
- Kedua pihak sepakat bahwa proses perundingan dan legal scrubbing telah mencapai kemajuan signifikan, sehingga diharapkan penandatanganan dokumen FLEGT-VPA dapat dilaksanakan pada musim panas 2012 dan diimplementasikan pada 2013.
Dalam perundingan bilateral, delegasi RI menyampaikan kekhawatiran atas kemungkinan disepakatinya FLEGT-VPA antara UE dan Malaysia tanpa memasukkan Sabah-Serawak, dengan pertimbangan : (1) FLEGT-VPA seharusnya merupakan kesepakatan bilateral antara UE dengan suatu Negara secara utuh sesuai dengan prinsip dasar VPA; selain itu (2) Sabah - Serawak berbatasan langsung dengan Indonesia, dengan tidak masuknya wilayah tersebut dalam perjanjian FLEGT-VPA dikhawatirkan terus terjadi masuknya kayu-kayu illegal dari Indonesia seperti yang selama ini terjadi.
Dirjen Lingkungan UE, Falkenberg, menegaskan bahwa FLEGT-VPA merupakan perjanjian UE dengan suatu negara, sehingga apabila terdapat wilayah yang tidak dimasukkan dalam perjanjian tersebut, maka kemungkinan besar UE tidak dapat meneruskan proses negosiasi. Saat ini proses negosiasi UE - Malaysia sedang berlangsung.
Pemerintah Indonesia berkomitmen menyelesaikan revisi Permenhut P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada akhir September 2011. Revisi tersebut akan menjadi dasar penyusunan revisi beberapa peraturan, yaitu (a) Permenhut No. 55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang berasal dari Hutan Negara; (b) Permenhut No. 51/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang berasal dari Hutan Hak; dan (c) Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/2008 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
Sistem legalitas kayu sebagaimana yang diadopsi pemerintah Indonesia melalui perjanjian FLGT-VPA merupakan langkah untuk menjawab tantangan pasar internasional, khususnya Uni Eropa, memastikan bahwa hutan Indonesia dikelola secara legal, menyatukan berbagai standar "legalitas" yang ada di Indonesia, memastikan proses dan diakuinya sertifikasi ekolabel, serta memberikan persepsi dan interpretasi yang sama kepada seluruh stakeholders di Indonesia tentang apa apa yang disebut standar legal.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan
Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011