Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk olahan dan tidak menggantungkan ekspor pada produk komoditas yang bisa menyebabkan kinerja perdagangan dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia.

"Sekitar 45 persen ekspor Indonesia berbasis komoditas yang harganya fluktuatif dan sangat bergantung dengan dinamika yang terjadi di seluruh dunia,” kata Senior Fellow CIPS Deasy Pane dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.

Deasy mengatakan ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk berbasis komoditas yang harganya meningkat tajam. Sementara jika dilihat berdasarkan volume ekspor tidak meningkat secara signifikan.

Dia mengatakan konflik Rusia-Ukraina berpengaruh signifikan pada pergerakan harga komoditas yang akan mempengaruhi nilai perdagangan Indonesia, walaupun tidak berpengaruh langsung terhadap volume perdagangan Indonesia.

"Tingginya harga komoditas akan berpengaruh pada capaian ekspor Indonesia. Namun tidak mencerminkan kualitas dan daya saing produk Indonesia, serta hanya bersifat sementara," kata Deasy.

Baca juga: Airlangga sebut prospek kinerja ekspor-impor Indonesia semakin kuat

Dalam dua dekade terakhir kontribusi ekspor Indonesia ke dunia stagnan di angka 0,9 persen. Sementara pelaku usaha industri yang terlibat dalam kegiatan ekspor juga hanya sekitar 18 persen, yang menunjukkan mereka berorientasi domestik.

CIPS merekomendasikan agar pemerintah mendorong pelaku usaha berani bersaing di dalam negeri dan pasar ekspor, didukung oleh upaya peningkatan produktivitas dan kualitas sesuai standar internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui komitmen pemerintah menciptakan iklim investasi yang mendukung, iklim persaingan usaha yang sehat, peningkatan kapasitas tenaga kerja, pembangunan dan infrastruktur.

Selain itu dukungan terhadap inovasi, riset dan pengembangan, dan penyerapan teknologi perlu ditingkatkan. Kurangnya ekosistem riset dan pengembangan bisa berdampak pada lemahnya motivasi pelaku usaha untuk berinovasi dan hanya memanfaatkan pasar domestik yang besar untuk mendapatkan keuntungan.

Menurut Deasy, riset dan pengembangan dibutuhkan untuk mengoptimalkan nilai produk atau menambah efisiensi proses, yang memang diperlukan untuk bersaing di pasar global.

“Dari sisi demand, pemerintah perlu memastikan akses pasar ekspor dapat mudah dan berbiaya rendah dengan penurunan hambatan tarif dan non tarif di pasar ekspor dan penyediaan informasi pasar yang lengkap dan mudah diakses,” kata dia.

Baca juga: Menko Airlangga harap pengusaha berani promosi kopi RI ke luar negeri

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022