Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Hanura, Abdilla Fauzi Ahmad, menilai langkah Bank Indonesia (BI) melakukan pembelian besar-besaran terhadap Surat Utang Negara (buy back) yang mencapai sekitar Rp3,1 triliun sebagai langkah yang tepat.
"Buy back SUN bisa jadi langkah yang tepat untuk menenangkan kekhawatiran para investor pasar modal," kata Abdilla Fauzi Ahmad kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Menurut Fauzi, langkah cepat BI perlu mendapat apresiasi. Apalagi nilai tukar rupiah sempat terombang-ambing menembus Rp9000,. Mestinya, kata Fauzi lagi, kebijakan BI juga harus diikuti dengan langkah lainnya yang bersinergis sehingga gejolak krisis global bisa ditekan.
"Seharusnya, pemerintah lebih interaktif dalam menghadapi gejolak perekonomian di Eropa dan AS. Kita banyak belajar dari tahun-tahun yang lalu," tambahnya.
Lebih jauh Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN-DPR) ini menambahkan, cadangan devisa sebenarnya tidak harus terus menerus untuk intervensi rupiah. Alasanya jumlah cadangan devisa terbatas. "Jumlah cadangan devisa kan terbatas dan peruntukkannya banyak, tidak hanya untuk menstabilkan rupiah saja," terangnya.
Dia mengatakan, penggunaan cadangan devisa harus dimanfaatkan untuk pembelian barang-barang impor dan membayar cicilan utang luar negeri. "Cadangan devisa kan digunakan untuk beli barang impor. Kita impor beras. Malah garam saja impor. Jadi untuk beli itu dulu," lanjutnya.
Di sisi lain, kata Fauzi, pembelian kembali SUN dan mewaspadai gerakan rupiah menjadi fokus penting yang menjadi prioritas Bank Indonesia. "Buy back SUN ini tidak secara spesifik bisa meredam krisis global. Namun ada baiknya langkah ini dilakukan. Karena dapat mengurangi beban hutang pemerintah yang saat ini memang lumayan besar," katanya.
Menurut Fauzi, penguatan fundamental ekonomi adalah cara yang jitu mengantisipasi krisis global. Karena itulah pergerakan rupiah perlu terus dipantau. "Saat ini kurs mata uang yang melemah bukan hanya Rupiah. Rata rata negara di Asia juga ikut mengalaminya," ujarnya menjelaskan.
Yang penting, kata mantan auditor BPK ini, pemerintah harus berani mengambil beberapa opsi lainnya. "Oleh karena itu pemerintah harus segera menguatkan fundamental perekonomian agar kita bisa survive dari imbas resesnya perekonomian di Eropa dan Amerika," tegasnya.
Berdasarkan data Kementrian Keuangan, pemerintah diketahui telah mengucurkan sekitar Rp8,8 triliun untuk menstabilkan posisi utang. Total utang, baik swasta dan pemerintah diperkirakan mencapai Rp1.700 triliun. Selama September 2011, dana asing pada perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder tercatat mengalami penurunan mencapai Rp10,37 triliun.
Pada perdagangan SBN per 16 September tercatat asing menguasai sebesar Rp236,85 triliun atau turun Rp2,61 triliun dari hari sebelumnya sebesar Rp239,46 triliun.
(T.D011/S006)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011