Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengusulkan agar tokoh masyarakat dari Kalimantan Barat dr Rubini dapat menjadi pahlawan nasional.
“Usulan ini berawal dari kunjungan Kowani ke Kalimantan Barat. Dalam kunjungan tersebut, kami juga berziarah ke Mandor Juang, dimana puluhan ribu orang yang meninggal akibat penjajahan Jepang dimakamkan di wilayah itu,” ujar Giwo di Jakarta, Ahad.
Dari hasil penelusuran Kowani dan napak tilas ke sejumlah tempat bersejarah, diketahui bahwa sepanjang hidupnya dr Rubini yang menjadi kepala rumah sakit menemukan banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Dokter kelahiran Bandung tersebut bahu-membahu menyelamatkan perempuan dan anak pada masa penjajahan tersebut.
Baca juga: Tema W20 sejalan dengan visi dan misi Kowani
Dokter Rubini juga dinilai memiliki kepedulian yang tinggi dalam membantu masyarakat di daerah itu. Setelah menyelesaikan pendidikan di Stovia, Jakarta, Rubini mengabdikan diri sebagai tenaga kesehatan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Pontianak sebagai Kepala Kesehatan Pontianak pada 1934. Selain kesibukannya sebagai dokter, Rubini juga menginisiasi pergerakan perjuangan kemerdekaan di wilayah itu.
Dokter Rubini tewas pada peristiwa di Mandor Juang yang menelan korban jiwa sebanyak 21.000 orang pada 1944.
“Dokter Rubini pantas menyandang gelar pahlawan nasional, mengingat jasa-jasa beliau yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Peran almarhum sebagai tenaga medis yang bekerja di rumah sakit benar-benar telah memberikan dukungan besar bagi perjuangan rakyat,” katanya.
Pengusulan dr Rubini tersebut juga seiring dengan upaya Kowani dalam memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pencegahan Kekerasan Seksual (PKS).
Sebelumnya, Kowani berhasil mengantarkan tokoh pejuang asal Aceh Laksamana Malahayati dan jurnalis perempuan asal Sumatera Barat Rohana Kudus sebagai pahlawan nasional.
Baca juga: Kowani: RUU TPKS refleksi kasus kekerasan seksual yang memprihatinkan
Baca juga: Kowani desak DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022