Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sampai saat ini masih mempertimbangkan besaran potongan bagi tabungan perumahan.
"Potongan ini akan dibebankan kepada pemberi kerja untuk itu harus dihitung benar-benar agar tidak memberatkan," kata Sekretaris Menpera Iskandar Saleh saat dihubungi, Minggu.
Iskandar mengatakan, pemberi kerja selama ini telah dibebankan berbagai potongan termasuk potongan Jamsostek sehingga belum tentu mereka bersedia dipotong untuk tabungan perumahan.
Salah satu usulan lain potongan itu dibagi dengan pekerja dengan komposisi 70 persen pemberi kerja dan 30 persen pekerja atau 60 persen pemberi kerja 40 persen pekerja, jelas dia.
Iskandar mengatakan, tabungan perumahan ini merupakan jawaban bagi bank penyalur KPR/ KPA untuk mendapatkan dana murah berjangka panjang.
"Bank-bank penyalur KPR/ KPA dengan masa tenor 15 tahun terancam mengalami mismatch (ketidaksesuaian) dana karena menggunakan sumber dana tabungan masyarakat berjangka pendek," kata dia.
Sedangkan untuk memanfaatkan sumber dana melalui PT Sara Multigriya Finansial (SMF) juga masih terkendala penjualan surat berrharga di pasar sekunder karena peringkatnya masih dibawah surat utang negara.
Sehingga solusi untuk mengatasi sumber dana perumahan segera direalisasikan tabungan perumahan untuk itu, kata Iskandar, perlu dibuatkan perangkat undang-undang karena menyangkut iuran masyarakat yang jumlahnya triliuanan rupiah.
Persoalannya membutuhkan waktu untuk menyiapkan undang-undang, peraturan pemerintah namun dengan dukungan bank penyalur kredit perumahan seperti BTN diperkiran dalam waktu delapan bulan rencana dapat terwujud, kata Iskandar.
Sebelumnya dalam acara gathering di Sukabumi, Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro mengatakan, kebijakan pemerintah membentuk tabungan perumahan nasional sangat ditunggu BTN sebagai bank penyalur kredit perumahan.
Hanya saja Iqbal minta harus dibuatkan peraturan yang mengharuskan dana yang dihimpun dari bank tabungan perumahan sebaiknya ditempatkan pada bank penyalur perumahan.
Iqbal mengingatkan, pemerintah seharusnya menempatkan dana tabungan perumahan pada perbankan yang memiliki kapasitas debitur yang telah mendapatkan kredit perumahan dalam beberapa tahun terakhir.
"BTN sebagai penyalur kredit perumahan untuk program rrumah bagi masyarakat berpendapat rendah telah tersalurkan 120.000 unit hampir memenuhi program pemerintah 200.000 unit," kata Iqbal.
Iqbal menyambut baik, fasilitas pemerintah menyediakan bunga murah dan tetap selama masa angsuran melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (PLPP) hanya saja dilapangan kita mengalami kesulitan.
"Kami saat ini kesulitan mendapatkan supply (pasokan) rumah dari pengembang sesuai kriteria rumah yang layak dibiayai program FLPP," kata Iqbal.
Sedangkan pada yang sama anggota Komisi V Malkan Amim mengatakan, fasilitas tabungan perumahan hanya dapat menyentuh masyarakat yang menjadi anggotanya sajja.
Padahal kenyataan dilapangan masih banyak Masyarakat Berpendapat Rendah (MBR) yang masih kesulitan untuk membeli rumah dapat dilihat dari backlog (kebutuhan) rumah mencapai 13,6 juta pada tahun 2011.
Pemerintah seharusnya tidak menghapus kebijakan memberikan fasilitas subsidi karena sebelumnya pemerintah pernah memberikan subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga, kata Malkan.
"Sudah menjadi kewajiban pemerintah memberikan subsidi agar mereka (MBR) dapat tinggal di rumah yang layak, tidak berhimpit-himpitan di rumah kontrakan yang tidak sehat kondisinya," kata Malkan.
Malkan mengatakan. APBN kita masih sanggup untuk memberikan subsidi, sehingga kebijalan untuk menghapus subsidi bukan merupakan langkah yang tepat ditengah_tengah kenaikan berbagai barang kebutuhan pokok.
(T.G001/S031)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011