Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Amin Soebandrio mengatakan hingga saat ini belum ada penetapan standar antibodi ideal untuk menangkal risiko penularan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

"Kita belum punya standar terkait antibodi. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) belum tentukan kadar antibodi yang dibutuhkan untuk melindungi orang dari infeksi," kata dia dalam acara bincang-bincang secara virtual yang diikuti dari YouTube BNPB di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan kadar antibodi yang tinggi tidak menjamin perlindungan secara utuh bagi seseorang dari risiko penularan COVID-19, sebab seseorang yang sudah divaksinasi dosis ketiga pun masih ada yang mengalami reinfeksi.

"Kita beranggapan yang kadar antibodinya tinggi sekali akan melindungi. Tapi dengan kadar antibodi yang tinggi pun masih dapat terinfeksi kembali," katanya.

Baca juga: ITAGI: Pengulangan vaksinasi sasaran 'drop out' agar antibodi optimal

Namun, saat ini berbagai cara mengukur antibodi sudah tersedia dengan alat penilaian yang juga beragam. Beberapa orang yang divaksinasi sudah ada yang diukur kadar bodinya sesuai masing-masing jenis vaksin.

"Vaksin 'booster' (penguat) memiliki kadar antibodi yang dapat meningkat sampai empat ribu unit, ada juga yang cuma sekitar 1.700 unit," katanya.

Ia mengatakan situasi reinfeksi tidak hanya dipengaruhi faktor kadar antibodi.

"Kita harus tahu, bahwa kadar antibodi yang tinggi juga disertai hal lain. Apakah cukup empat ribu unit saja peningkatan kadar antibodi atau mungkin 1.000 saja cukup untuk melindungi seseorang," katanya.

Baca juga: "Booster" Sinovac mampu tingkatkan antibodi tanpa ada reaksi merugikan

Dalam acara yang sama, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Prof Iris Rengganis mengimbau masyarakat untuk tidak pilih-pilih jenis vaksin saat mengikuti vaksinasi.

Ia mengatakan vaksin masih terbukti memberi perlindungan terhadap varian Omicron yang saat ini mendominasi di Indonesia.

"Saat ini vaksinasi lengkap melindungi 57 persen terhadap rawat inap dan yang 'booster' (penguat) terlindungi 90 persen terhadap rawat inap dibandingkan dari yang tidak divaksin," katanya.

Demikian pula pada kematian, katanya, perlindungan vaksin dosis lengkap mencapai 29 persen dan perlindungan tiga dosis mencapai 95 persen dibandingkan yang belum divaksin.

Baca juga: Satgas: 86,6 persen masyarakat miliki antibodi terhadap COVID-19
Baca juga: Booster tingkatkan titer antibodi lawan infeksi COVID-19
Baca juga: Kombinasi monoklonal antibodi diperlukan demi tangani varian corona

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022