Ambon (ANTARA) - Sejumlah lembaga membentuk tim advokasi dan menilai pembekuan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon oleh Rektor IAIN Ambon, Zainal A Rahawarin, sama dengan pembredelan.
Lembaga tersebut diantaranya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Maluku, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, LBH Pers Ambon, LBH Fakultas Hukum Universitas Pattimura, dan Gerak Perempuan Maluku.
Wakil Ketua Divisi Advokasi AJI Ambon, Habil Kadir di Ambon, Jumat, mengatakan dalam bahasa undang-undang pers yang dipakai hanyalah istilah pembredelan, meski pembekuan dipakai dalam surat keputusan rektor tetap pada makna menghentikan aktivitas jurnalisme pers kampus.
“Bredel maupun pembekuan, istilah yang dipakai menunjukkan pengertian pengekangan aktivitas jurnalisme sebagaimana SK rektor IAIN Ambon terhadap Lintas,” kata Habil Kadir.
Baca juga: Rektor IAIN Ambon Bekukan LPM Karena Beritakan Pelecehan Seksual
Baca juga: Ketua DPD: Banyak sengketa pers tak diadili dalam koridor hukum pers
Pembredelan Lintas IAIN Ambon dikeluarkan melalui Surat Keputusan Rektor No 92 Tahun 2022 tentang Pembekuan LPM Lintas setelah Lintas menerbitkan edisi ke dua, pada Senin lalu, dengan judul ‘IAIN Rawan Pelecehan’.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon juga mengecam tindakan arogansi. AJI mendesak Rektor IAIN Ambon menghormati kebebasan pers kampus dan kritik sebagai bagian dari demokrasi.
"AJI Ambon juga meminta civitas akademik IAIN Ambon untuk tidak melakukan aksi yang mendiskriminasi Lembaga Pers Mahasiswa yang menulis kritik," ucap Habil.
Sementara itu, tim advokasi LBH Pers yang juga lembaga advokasi Lintas, menilai tindakan kekerasan dan pembredelan majalah Lintas bertentangan dengan konstitusi.
“Harusnya pihak IAIN membuat hak jawab atau membalas dengan artikel bantahan. Bukan malah mendesak penghapusan artikel, dan tindak kekerasan di dapur redaksi Lintas, hingga tindakan pembekukan lembaga pers,” kata tim Advokasi LBH Pers, M Iqbal Taufik.
Menurut Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Maluku, Pani Letahiit, LPM Lintas patuh terhadap kaidah jurnalistik dan kode etik, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Atas alasan tersebut keputusan Rektor IAIN Ambon dinilai sebagai upaya memberangus kemerdekaan berekspresi mahasiswa.
“IJTI menilai pembekuan LPM Lintas, cara pihak kampus mengekang kebebasan berpendapat dan melemahkan sikap kritis mahasiswa,” kata IJTI.
Semestinya, kata Pani, hasil liputan Majalah Lintas dijadikan bahan rujukan membentuk tim independen untuk menelusuri temuan pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Terkait kasus kekerasan seksual, Aktivis Perempuan, Lusi Peilouw mengatakan seharusnya kampus mendorong media kampus menyuarakan ketidakadilan yang menimpa mahasiswa di kampus itu bukan malah menutup media tersebut.
"Seharusnya pihak kampus mendukung supaya kasus kekerasan diusut, bukan malah mengekang dan menutup LPM Lintas," kata Lusi
Sebelumnya, Majalah Lintas menerbitkan edisi khusus kekerasan seksual, yang mencatat 32 orang mengaku mendapat pelecehan seksual di IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki.
Sementara jumlah pelaku perundungan seksual 14 orang, di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021.*
Baca juga: Dewan Pers sampaikan Indeks Kebebasan Pers di Papua
Baca juga: Dewan Pers ingatkan Polri bijak melihat perkembangan media
Pewarta: Winda Herman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022