Banjarmasin (ANTARA) - Kian hari kondisi Sungai Martapura yang bermuara di Kota Banjarmasin dan berhulu di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, kian memprihatinkan, bukan hanya serbuan sampah rumah tangga dan sampah alam tetapi kian mendangkal, menyempit, dan airnya makin tercemar.

Padahal Sungai Martapura yang melintasi Kota Banjarmasin dan Kota Martapura tersebut termasuk sungai yang mudah dilihat oleh para pendatang, lantaran melintasi tengah kota, dan dijadikan sebagai sarana transportasi, sarana drenasi, sarana sumber air baku, serta sarana kepariwisataan daerah.

Bahkan sungai yang berhulu di kawasan Paramasan Pegunungan Meratus tersebut, belakangan akan dijadikan magnet ekonomi oleh Kota Banjarmasin melalui kepariwisataan dan ingin dijadikan sungai terbersih di tanah air.

Alasannya, Banjarmasin tak memiliki sumberdaya alam seperti hutan dan tambang yang mampu menopang ekonomi kota, tetapi hanya memiliki banyak sungai, karena Sungai Martapura di ibukota provinsi Kalsel ini ini memiliki anak sungai sekitar 180 buah.

Tak ada kota yang memiliki sungai sebanyak itu, oleh karena itu sungai diberdayakan sebagai keperluan memajukan kota, khususnya pariwisata yang akhirnya sebagian sungai disulap menjadi pasar terapung, lokasi rumah lanting, lokasi kuliner, dan atraksi budaya lainnya.

Harapannya dengan Sungai Martapura yang bersih, dan indah tersebut maka lokasi ini akan dibenahi terus sebagai kota wisata, konon nantinya diharapkan mampu menyaingi Sungai di Kota Bangkok, Belanda, Venesia, Hongkong, dan kota lainnya di mancanegara.

Tetapi sebagian orang merasa pesisimistis Sungai Martapura bisa bersaing dengan sungai kota kota wisata terkenal dunia tersebut mengingat kondisi yang sungguh memprihatinkan itu.

Berdasarkan sebuah catatan, tingkat kekeruhan di Sungai Martapura sudah di luar ambang batas, belum lagi kandungan bakteri koli, kadar keasaman, dan kadar garam yang terus berfluktuasi yang selalu cenderung berada di atas ambang batas.

Begitu juga kadar berbagai jenis logam berat, walau belum ada data yang pasti tetapi banyak pihak menaksir sudah mengancam ambang batas, mengingat adanya aktivitas tambang emas liar di hulu sungai yang bisa melahirkan pencemaran seperti logam berat mercuri.

Rusaknya alam lingkungan dan hutan di kawasan hulu sungai yakni Pegunungan Meratus melahirkan tingkat erosi yang tinggi mengirim banyak lumpur ke sungai sehingga mempercepat sidementasi akibatnya sungai banyak yang dangkal, bahkan anak anak sungainya ada yang mati.

Serbuan sampah seringkali menutup sungai, bahkan puluhan ribu ton tiap tahun menyangkut di Jembatan Pasar Lama dan Jembatan Antasari. Sampah tersebut selain gulma eceng gondok dan gulma lainnya tak sedikit yang berasal dari sampah kayu yang ditebang, seperti batang, ranting, dan bagian akar pohon yang larut bersama eceng gondok lalu menyangkut di jembatan.

Belum lagi terlihat begitu banyak sampah batang pisang, bambu, rotan, dan aneka bekat tanaman hutan ditambah sampah rumah tangga, berupa botol-botol plastik, serpihan papan bangunan rumah, kasur, bantal, baju bekas, televisi rusak, akhirnya sungai bagaikan "super market" apa saja ada hasil buangan masyarakat.

Pemkot Banjarmasin yang ingin menjadikan sungai terbersih sudah begitu banyak upayanya mengelola sungai, semata ingin menciptakan Sungai Martapura bersih dan indah, termasuk membuat alat penangkap sampah sungai di bagian Sungai Gampa, menciptakan gedung daur ulang sampah, serta memprogramkan pengerukan serta pembuangan sampah sungai melalui kapal sapu-sapu.

Pemkot juga membangun sebuah perusahaan instalasi pengolahan air limbah (Perumda Pal), maksudnya mengurangi dampak buruk air limbah rumah tangga, memprogramkan pembebasan jamban, dan membuat WC WC komunal.

Bahkan upaya Pemkot tersebut memperoleh dukungan masyarakat yang dengan sukarela membentuk komunitas yang disebut masyarakat peduli sungai (Melihat), Forum Komunitas Hijau, dan satuan satuan tugas (Satgas) kebersihan yang orientasinya bagaimana sungai Banjarmasin ini menjadi indah dan bersih.

Walau sudah banyak upaya agaknya kondisi Sungai Martapura tak banyak perubahan, setiap tahun tetap saja sampah melimpah, sungai terus mendangkal dan menyempit dan kondisi airnya juga kualitasnya menurun.

Hal tersebut terjadi dinilai akibat kesadaran sebagian masyarakat yang masih kurang menjaga sungai, dan sungai masih dianggap sebagai bak sampah, akhirnya apa saja dibuang ke sungai.

Martapura Bungas

Melihat kondisi yang demikian akhirnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, melalui Dinas Lingkungan Hidup dengan menggandeng pemerintah Kabupaten Banjar dan Pemkot Banjarmasin membuat sebuah program yang disebut "Sungai Martapura Bungas."

Program Martapura Bungas dengan bersepakat melakukan revitalisasi dan kerja sama pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Martrapura untuk pariwisata, transportasi dan berbagai kegiatan lainnya.

Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepakatan tentang percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan sub daerah aliran sungai (DAS) Martapura melalui Program Sungai Martapura Bungas (Bersih, Unggul dan Asri).

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel,Hanifah Dwi Nirwana program tersebut dalam rangka percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan sungai Martapura melalui revitalisasi yang akan melibatkan beberapa pekerjaan.

Program revitalisasi tersebut, melibatkan berbagai sektor, mulai sektor lingkungan hidup, kesehatan, transportasi, pariwisata, serta pembangunan masyarakat desa, dinas pekerjaan umum dan pemukiman.

Melalui program tersebut, kata dia, pemerintah ingin membuat sungai Martapura menjadi obyek wisata yang lebih dikenal baik nasional maupun internasional.

Mewujudkan mimpi tersebut, tambahnya jika Sungai Martapura sudah bersih, even-even wisata akan ditambah seperti lomba perahu, dan kegiatan kearifan lokal lainnya yang memanfaatkan sungai.

Dalam program ini, Pemprov ingin meminimalisasi jamban-jamban yang tidak teratur, kemudian desa-desa yang berada di tepi sungai menjadi desa tematik, indah menghadap sungai seperti yang ada sebagian di Kota Banjarmasin dan Banjar.

Selain itu, juga akan dibuat program penangkap sampah, terutama sampah dari hulu hingga hilir.

Rencananya, di kawasan sungai Martapura, nantinya juga akan dibuat restoran terapung dan program bina masyarakat yang hidup di seputar sungai.

Program Sungai Martapura Bungas juga menggunakan konsep "rediscovery" dengan tujuan mengembalikan sungai Martapura sebagai urat nadi ekonomi di tengah kompleksitas persoalan dari hulu ke hilir.

Konsep tersebut, sudah di koordinasikan dengan pihak terkait dan sudah disosialisasikan ke masyarakat, khususmya mereka yang bermukim di pesisir Sungai Martapura.

Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina menyambut baik kerja sama ini. "Selayaknya inisiatif dilakukan Pemprov, karena sungai Martapura ini melintasi Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar," ujarnya.

Bupati Banjar, Saidi Mansyur juga menyampaikan komitmen yang sama dan berjanji akan berkoordinasi di jajaran Pemkab Banjar dalam upaya mendukung program.

Peluncuran program "Sungai Martapura Bungas" dilakukan Pemprov Kalsel di Desa Sungai Rangas Tengah, Kabupaten Banjar, Sabtu.

Program tersebut sekarang terus dilakukan dengan pula melibatkan pihak TNI, dan sudah satu kali setiap minggu diadakan kegiatan pembersihan sungai, penanaman pohon, sosialisasi ke masyarakat yang melibatkan partisipasi kawanan komunitas.

Dengan upaya tersebut diharapkan kedepannya Sungai Martapura bisa menjadi apa yang diharapkan sebagai sungai dengan aneka kegiatan yang bernuansa kepariwisataan dunia, layaknya sungai yang ada di Thailand, Belanda, Hongkong, atau Venesia Italia.


Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022