Jakarta (ANTARA News) - Kondisi pasar saham global yang belum kondusif dipicu oleh krisis utang AS dan beberapa negara Eropa membuat pergerakkan indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir tahun berfluktuasi, kata Direktur Utama BEI, Ito Warsito.
"Kalangan analis menilai, pasar saham dalam negeri saat ini cenderung mengikuti pergerakkan bursa global yang berfluktuasi, sehingga IHSG akan mengikuti," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, fluktuasinya pasar saham itu bukan dipicu dari buruknya perekonomian Indonesia melainkan lebih disebabkan faktor eksternal.
Ada tiga hal yang dapat menahan sentimen negatif bursa dalam negeri, sehingga pergerakkannya akan cenderung stabil, ujarnya.
Pertama, kata dia, negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi positif dan situasi politik yang stabil, sehingga membuat pelaku pasar yakin investasinya dapat juga tumbuh.
Kedua, lanjut dia, emiten tercatat di BEI yang memiliki kinerja positif, dan ketiga adalah pasar uang atau rupiah yang bergerak stabil.
"Jika tiga hal itu kondusif, maka dapat membuat indeks BEI bergerak stabil dan dapat juga menarik investor masuk ke dalam negeri," ucapnya.
Ia menganalogikan, layaknya orang menabung di bank, maka orang itu akan memilih bank yang besar mempunyai track record positif, dan mempunyai pelayanan yang baik.
"Sama pada investor yang akan menanamkan modalnya di suatu negara, mereka akan mencermati pertumbuhan ekonominya, kinerja emiten, serta kondisi pasar uang stabil atau tidak. Investor inginnya sederhana yakni, berinvestasi dengan tenang," katanya.
Ito meyakini, Return On Equity (ROE) yang dihasilkan saham perusahaan di dalam negeri juga masih tinggi dibandingkan dengan negara Asia yang juga memberikan ROE tinggi seperti di India dan Cina.
ROE merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham sendiri yang berarti juga merupakan untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (presentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam perusahaan.
"Return On Equity kita tahun lalu mencapai 29 persen, sedang India mencapai 19 persen, dan Cina 15 persen. Untuk tahun ini masih dimungkinkan return yang dihasilkan tidak jauh seperti tahun lalu," kata dia.
Ia menambahkan, fluktuasi di pasar Indonesia juga dapat ditahan dengan banyaknya perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) maupun penerbitan saham tambahan (rights issue).
"Meski kondisi pasar global tidak kondusif, namun kita optimis perusahaan IPO sesuai target sebanyak 25 emiten, sehingga dapat menjaga pasar saham Indonesia stabl," demikian Ito.
(T.KR-ZMF/A023)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011