"Salah satu yang membuat angka pengangguran di Sulbar dianggap rendah adalah dikembangkannya tanaman sawit dan kakao oleh sebagian besar masyarakat Sulbar," kata Gubernur Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Jumat.
Dia mengatakan, memperingati hari ulang tahun ke-7 Provinsi Sulbar, daerah terbungsu di Indonesia itu dianggap telah berhasil meraih sejumlah prestasi pembangunan, dengan di antaranya menekan angka pengangguran.
Ia mengatakan, angka pengangguran di Sulbar berada di bawah jumlah pengangguran secara nasional karena keberhasilan pemerintah membangun ekonomi daerahnya.
Gubernur Sulbar, mengatakan, tingkat pengangguran di Sulbar cukup rendah sekitar 3,25 persen dari penduduk Sulbar yang memiliki jumlah penduduk satu juta jiwa.
Tingkat pengangguran di Sulbar itu diklaim di bawah angka pengangguran nasional sekitar 17 persen dari jumlah penduduk di Indonesia lebih dari sekitar 200 jiwa.
"Jumlah angka pengangguran di Sulbar yang rendah itu sesuai dengan survei Badan Pusat Statistik (BPS), itu sebagai bukti pemerintah di Sulbar telah berhasil membangun ekonomi daerahnya," katanya.
Menurut dia, pemerintah di Sulbar telah berhasil memberikan lapangan kerja bagi masyarakatnya karena dikembangkannya dua komoditi pertanian andalan di Sulbar yakni sawit dan kakao yang dianggap menyerap tenaga kerja dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
"Tanaman kakao dikembangkan melalui gerakan nasional peningkatan mutu dan produksi kakao melalui tiga program di antaranya intensifikasi ekstensifikasi dan peremajaan kakao, hingga menyentuh sekitar 74.000 hektare dari sekitar 185.000 hektare kakao yang ada di Sulbar,"katanya.
Ia mengatakan, program yang menelan anggaran ratusan miliar dari pemerintah pusat melalui APBN itu mensejahterakan petani karena pendapatan petani mencapai Rp5 juta per bulan dari hasil pengembangan produksi kakaonya.
Begitu juga kata dia, dengan perkebunan sawit di Sulbar yang luasnya mencapai 187.142 hektare dengan tingkat produksi 673.713 ton/tahun, semakin memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setelah komoditi itu dibuka dan dikembangkan masyarakat. (MFH/Y006)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011