Saat berunjuk rasa di depan Gedung KPK Jakarta, Kamis, sekitar 200 orang itu meminta KPK agar segera mengadili Wahidin Halim (WH) beserta kroninya terkait dugaan korupsi yang sebelumnya telah mereka laporkan ke institusi KPK.
Pada kesempatan itu, para demonstran memberi hadiah seekor ayam jantan kepada KPK sebagai simbol agar KPK berani secara jantan dan serius mengungkap tuntas laporan yang telah mereka sampaikan sebelumnya.
Menurut koordinator FORBES, Niwan Rosidin, pihaknya menyoal simpang siur dan lambannya KPK memproses laporan yang mereka serahkan sekitar sebulan lalu ke KPK dengan nomor aduan 2011-08-000320.
Laporan itu intinya terkait dugaan keterlibatan WH dalam kasus dugaan korupsi sosialisasi dan pengadaan lahan Bandara Soekarno-Hatta dan merugikan negara senilai Rp2,537 miliar.
"Kami mendesak KPK untuk menangani persoalan ini secara serius demi rasa keadilan masyarakat sekitar Bandara," ujar Niwan.
Selain lahan bandara, lanjutnya, WH juga terindikasi melakukan penyimpangan dan korupsi terhadap aset daerah atau fasilitas sosial/umum, senilai Rp74,3 miliar.
WH dinilai keliru karena menganggap sama antara BAST (Berita Acara Serah Terima) Parsial dengan SPH (Surat Pelepasan Hak) atas lahan fasos/fasum yang telah diserahterimakan sejumlah pengembang perumahan di kawasan elite tersebut.
BAST dan SPH, adalah suatu dokumen yang terpisah secara hukum. SPH menerangkan asal-usul kepemilikan dan status tanah (Girik, HGU/ HGB, Hak Pakai), serta nomor surat bukti kepemilikan/sertifikat, SPPT/PBB yang dapat dijadikan dokumen kepengurusan balik nama.
Sejumlah lahan yang diduga telah diserah terimakan itu, antara lain dari PT Modern Land Reality seluas 16. 835 M2, Perumahan dan Pergudangan Bandara Mas (PT Rencar Sempurna) seluas 4. 152 M2, Perumahan Taman Royal 2 (PT Royal Garden Village) seluas 11. 309 M2, dan Perumahan Taman Royal 1 dan 3 (PT Cahaya Baru Raya Reality) seluas 42.024 M2.
"Kami menduga WH merekayasa data aset daerah tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sehingga berpotensi merugikan negara sebesar Rp74,3 miliar. Nilai itu diambil dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang berlaku saat ini, sekitar Rp1 Juta/M2 x 74.320 M2," ujar Mulyadi, aktivis FORBES lainnya.
Karenanya, katanya, mereka mendesak KPK agar secepatnya menelusuri kasus tersebut. Dari lahan yang diduga fiktif itu tidak menutup kemungkinan telah menguras biaya pemeliharaan dari APBD Kota Tangerang. (T.D011/I007)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011