"tetapi yang jelas jangan menyimpulkan sesuatu itu dari persepsi sendiri, karena dalam ajaran agama semua sudah tercatat, sudah ada aturannya jadi kalau memang ada yang kurang jelas maka tanya pada (ulama) yang mengerti"

Jakarta (ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) menuturkan semangat merawat persaudaraan keagamaan dan kebangsaan merupakan ajaran yang terus dipedomani oleh anak keturunan, ulama, dan murid KH Hasyim Asy’ari.

"KH Hasyim Asy’ari sendiri sangat intens, perhatian, dan berupaya mendorong persatuan, membangun ukhuwah, bagaimana beliau menjaga persatuan di antara umat Islam," kata Gus Kikin seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terrorisme (BNPT), Kamis.

Dia menyebutkan dua hal pokok ajaran KH Hasyim Asy’ari yang terus dijadikan pedoman oleh para murid dan santrinya secara turun-temurun, sebagai warisan ajaran yang luhur dan khas.

"Bahwa Mbah Hasyim sendiri mendorong pada persatuan; tapi satu hal, persatuan itu paling mudah dicapai dengan keilmuan. Nah, dua hal ini yang diajarkan, satu adalah mencapai persatuan; kedua, belajar mencari ilmu," jelasnya.

Baca juga: BNPT dan Ponpes Tebuireng perkuat "ukhuwah" tangkal radikalisme

Dia mengatakan bukan tanpa alasan jika KH Hasyim Asy’ari menekankan pentingya keilmuan. Pasalnya, tambahnya, keilmuan yang matang akan membawa kebaikan dan menjadi modal membangun ukhuwah persatuan antarumat beragama dan golongan.

"Karena dari keilmuan tersebut, dahulu beliau mampu mengumpulkan berbagai macam kalangan, golongan yang berbeda paham pun beliau berhasil mempersatukannya," ucapnya.

Dia juga menilai para dai, ulama, maupun penceramah perlu menggelorakan semangat nasionalisme, dengan saling menguatkan, saling menjaga demi membangun persatuan di tengah masyarakat, serta segenap bangsa Indonesia.

"Memang harus dipahami di Indonesia itu memang Islam aslinya ahlussunah wal jamaah. Ya Islam yang moderat itu ada di Indonesia, Islam yang washatiyah ada di Indonesia, dan itu harus memiliki semangat ukhuwah," jelasnya.

Disamping itu, lanjutnya, para penceramah harus membuat masyarakat paham bahwa semangat nasionalisme itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

"Sebenarnya dalam Islam itu kita mengikuti apa yang sudah dijalankan oleh Rasulullah di Madinah, dimana beliau mengakomodasi, mewadahi semua golongan, semua agama menjadi satu, dan saling menjaga kehidupan bermasyarakat," katanya.

Para penceramah juga harus memberikan pengertian kepada umatnya bahwa Rasulullah telah mengajarkan umatnya untuk hidup berbangsa dan mencintai bangsanya, sebagaimana Rasulullah menekankan kepada warga Madinah untuk komitmen menjalankan agamanya masing-masing dan tidak memaksakan agama Islam.

"Nabi Muhammad mengakomodir semuanya di Madinah, tidak ada menang-menangan, tapi semua berbagi dan adil, semua saling menjaga kehidupan," kata cicit KH Hasyim Asy'ari itu.

Oleh karena itu, demi mendorong para ulama dan penceramah untuk menggelorakan semangat nasionalisme di mimbar, menurut dia perlu ada komunikasi dan dialog antara Pemerintah dengan para penceramah dan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan terkait.

"Upaya jangka panjangnya adalah mulai dengan pendidikan agama yang benar. Jenjang ilmu itu harus terstruktur, sehingga pemahamannya juga demikian, sehingga menyampaikan kepada masyarakat juga benar," tuturnya.

Gus Kikin juga menyampaikan pesannya kepada masyarakat untuk tidak ceroboh dalam memilih penceramah yang dijadikan panutan atau pedoman. Dia harap masyarakat tidak menyimpulkan sesuatu sendiri, apalagi terkait dengan konteks agama.

"Masing-masing punya pilihan, tetapi yang jelas jangan menyimpulkan sesuatu itu dari persepsi sendiri, karena dalam ajaran agama semua sudah tercatat, sudah ada aturannya jadi kalau memang ada yang kurang jelas maka tanya pada (ulama) yang mengerti," ujarnya.

Baca juga: Kepala BNPT ajak santri gencar dakwah di medsos melawan paham radikal

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022