Jakarta (ANTARA News) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyatakan bahwa banyak korban pemerkosaan belum mengetahui hak-haknya dalam undang-undang buktinya masih sedikit sekali korban kasus asusila itu yang mengajukan permohonan perlindungan.
Menurut Ketua LPSK di Jakarta, Kamis, sepanjang tahun 2010-2011 hanya ada 10 korban pemerkosaan dan pencabulan yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
"Sepuluh korban itu rata-rata dialami oleh anak di bawah umur dan modusnya dilakukan dengan bujuk rayu dan penyekapan," ujar Ketua LPSK.
LPSK memandang bahwa minimnya jumlah permohonan perlindungan yang diajukan korban pemerkosaan ini membuktikan bahwa korban belum banyak mengetahui tentang hak-hak nya sesuai ketentuan Undang-Undang.
Peraturan perundang-undangan tersebut adalah UU No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang telah mengatur jaminan perlindungan terhadap para perempuan korban pemerkosaan.
Sesuai dengan amanat UU No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, menurut anggota LPSK Penanggungjawab Bidang Bantuan, Kompensasi dan Restitusi, Lili Pintauli Siregar, LPSK memiliki kewajiban dalam memberikan perlindungan dan bantuan terhadap korban pemerkosaaan, mulai dari perlindungan hukum, fisik dan perlindungan psikis.
"Selain pemberian perlindungan perlindungan hukum, fisik dan perlindungan psikis, korban juga berhak mengajukan upaya restitusi, agar pelaku dibebankan untuk memberi ganti kerugian terhadap korban dan keluarga korban," ujar Lili.
LPSK berharap adanya dukungan aparat penegak hukum serta pemerintah daerah setempat untuk menginformasikan secara massif terhadap korban pemerkosaan mengenai hak-haknya serta melakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi tindakan pemerkosaan dan pencabulan yang akan mengancam posisi perempuan dan anak yang rentan menjadi korban.
Berdasarkan laporan Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya, terdapat sebanyak 40 kasus pemerkosaan pada periode Januari hingga September 2011. Dari 40 kasus tersebut, tiga kasus pemerkosaan terjadi di dalam angkutan kota (Angkot). Fakta ini menunjukkan posisi perempuan sebagai korban, rentan terhadap kejahatan seperti pemerkosaan dan pencabulan.
Kondisi ini diperparah dengan rentannya posisi korban terhadap teror, intimidasi dan tidak terlindungi oleh hukum serta korban terisolir dari masyarakat luas.
Ketua LPSK menyatakan, pihaknya sangat prihatin dengan kondisi rentannya perempuan dan anak yang menjadi korban pemerkosaan dan pencabulan itu. Negara, ujarnya lagi, memiliki tanggung jawab besar untuk menangani hal tersebut.
"Anak dan perempuan termasuk kelompok rentan yang harus mendapat perhatian dan penanganan yang lebih serius dari aparat penegak hukum dan lembaga negara yang memiliki mandat dalam isu perempuan dan anak serta dari masyarakat dan media massa," ujarnya.
Tindakan pemerintah yang memadai tersebut dapat memulihkan kondisi korban serta memenuhi rasa keadilan bagi mereka.
(D011/B013)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011