Sanaa (ANTARA News) - Tiga warga sipil tewas Rabu ketika mereka terperangkap dalam bentrokan antara satuan-satuan militer yang bersaing di Sanaa, ibu kota Yaman, kata petugas medis.
"Tiga warga sipil tewas dan 25 orang cedera," kata seorang petugas medis di sebuah rumah sakit darurat di Lapangan Perubahan di Sanaa kepada AFP.
Sejumlah saksi melaporkan bentrokan-bentrokan baru di beberapa daerah di Sanaa, kurang dari 24 jam setelah gencatan senjata diumumkan.
Seorang pejabat militer dari Brigade Lapis Baja Satu, yang berada di bawah komando Jendral pembangkang Ali Mohsen al-Ahmar, mengatakan, pemboman ditujukan pada markas brigade itu di dekat Lapangan Perubahan, yang menjadi pusat protes anti-pemerintah.
Daerah utara lapangan tersebut juga dibom, kata pejabat itu, dengan menambahkan bahwa rincian mengenai korban belum diperoleh.
Pasukan Ahmar, yang melindungi lapangan itu sejak jendral tersebut memberikan dukungannya kepada pemrotes pada Maret, terlibat dalam bentrokan-bentrokan mematikan dengan pasukan keamanan ketika mereka menumpas pemrotes pro-demokrasi.
Sebanyak 79 orang tewas dalam kekerasan selama empat hari terakhir, kata beberapa saksi.
Bentrokan mereda Selasa malam setelah kementerian pertahanan mengatakan bahwa Wakil Presiden Abdrabuh Mansur Hadi memberikan "perintah tegas bagi gencatan senjata segera di ibu kota dan pasukan pemerintah mematuhinya".
Namun, gencatan senjata itu dilanggar Rabu ketika bentrokan-bentrokan meletus lagi di sejumlah daerah Sanaa.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Saleh berada di sebuah rumah sakit di Arab Saudi sejak Juni setelah ia cedera dalam serangan bom terhadap istananya di Sanaa, namun ia menolak menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011