"Mungkin Ibu Ani (Menkeu) sudah melakukan `exercise-exercise` sehingga ada rencana percepatan pembayaran utang kepada IMF," katanya.

Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Boediono mengatakan, jika memang tersedia dana untuk membayar utang Indonesia kepada Dana Moneter Internasional (IMF) maka ada baiknya utang kepada lembaga itu segera dibayar. "Kalau kita punya uang untuk mempercepat pembayaran utang ke IMF itu baik," kata Boediono usai rapat dengar pendapat dengan Pansus Very Large Crude Carrier (VLCC) Pertamina DPR dengan mantan Menkeu di Jakarta, Kamis. Menurut dia, keputusan pembayaran utang kepada IMF itu dipercepat atau sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan akan bergantung kepada bagaimana perhitungan kemampuan keuangan negara yang ada saat ini. "Mungkin Ibu Ani (Menkeu) sudah melakukan `exercise-exercise` sehingga ada rencana percepatan pembayaran utang kepada IMF," katanya. Ketika ditanya apakah kondisi saat ini memungkinkan untuk dilakukan percepatan pembayaran utang kepada IMF, Boediono mengatakan, Departemen Keuangan yang memiliki data-data untuk melakukan perhitungan dan analisa. "Tunggu saja nanti analisanya Bu Ani. Kalau bisa dipercepat ya dipercepat saja. Kalau tidak ada uang ya jangan dipaksakan," katanya. Sebelumnya Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (BI) merencanakan mengkaji kemungkinan melakukan percepatan pembayaran utang kepada IMF. Menkeu menyebutkan, jumlah pinjaman pemerintah kepada IMF saat ini mencapai 5,6 miliar Special Drawing Rights (SDR) atau ekuivalen dengan sekitar delapan miliar dolar AS. Pinjaman dari IMF itu berupa "standby loan" yang diarahkan untuk memperbesar cadangan devisa yang dikelola oleh BI. Sementara itu stok total utang luar negeri pemerintah sampai Desember 2005 mencapai 61,04 miliar dolar AS, dan terbesar berasal dari pinjaman dalam yen Jepang. Jenis pinjaman stok utang luar negeri tersebut, terdiri dari pinjaman bilateral 51 persen, obligasi 0,3 persen, pinjaman komersial 0,1 persen, pinjaman ekspor 19,4 persen, pembiayaan 0,2 persen dan multilateral 29 persen.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006