Demikian disampaikan oleh Marzuki melalui rilisnya kepada ANTARA News di Jakarta saat menyampaikan pidato pada acara Asean Inter Parliamentary Assembly (AIPA)ke-32 yang dilaksanakan di Phnom Penh, Kamboja.
"Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling banyak digunakan keenam di dunia setelah Mandarin, Inggris, Hindi, Spanyol dan Arab. Untuk itu sekiranya dapat dipertimbangkan agar Bahasa Indonesia dapat menjadi salah satu bahasa kerja dalam AIPA,” ujar Marzuki.
Indonesia, tambahnya, sebagai negara yang terbesar dan komunitas terbesar di Asean serta dengan mempertimbangkan bahwa bahasa Indonesia digunakan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunai Darusalam sebagian Singapura, Vietnam dan Kamboja.
Indonesia sendiri sangat menghargai nilai-nilai bahwa demokrasi dibangun berdasarkan kearifan lokal, sehingga wajar jika Indonesia berpendapat harus ada satu bahasa yang bisa mempersatukan semua warga Asean.
"Secara emosional akan lebih mudah menggunakan bahasa Indonesia bagi komunitas Asean. Selain itu di luar negeri seperti Australia, Afrika Selatan dan Arab Saudi pun sudah diberikan pelajaran bahasa Indonesia. Kita juga merupakan salah satu pasar terbesar sehingga wajar kita meminta agar bahwa ini bisa dijadikan bahasa resmi,” ujar Marzuki.
Sementara itu Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI, Hidayat Nur Wahid menyatakan, delegasi Indonesia akan melobi semua peserta untuk menyampaikan alasan kenapa bahasa Indonesia harus jadi bahasa resmi Asean.
"Dalam konteks negara Asean pun gak ada satupun negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi,” kata Hidayat.
Anggota Delegasi Indonesia lainnya, Karolin Margret Natasa mengatakan jika delegasi Indonesia berhasil menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pendamping dan bahasa resmi ASEAN, maka diharapkan tidak ada lagi pemimpin di Indonesia termasuk presiden RI yang menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris dalam berbagai acara pidatonya baik yang resmi ataupun tidak. (zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011