Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengerjaan proyek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, Provinsi Sumatera Utara, yang di dalamnya diduga ada aliran pemberian fee dari para kontraktor untuk tersangka Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan untuk mendalami hal tersebut, Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (15/3), memeriksa wiraswasta Melky Leonardo Tarigan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat.
"Melky Leonardo Tarigan hadir dan dikonfirmasi terkait dengan pengerjaan proyek Pemkab Langkat yang diduga ada aliran pemberian fee untuk tersangka TRP dari para kontraktor," kata Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK panggil wiraswasta terkait dugaan korupsi Bupati nonaktif Langkat
KPK total menetapkan enam tersangka dalam kasus tersebut, yakni lima penerima suap dan satu pemberi suap.
Kelima penerima suap itu adalah Terbit, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, serta tiga pihak swasta selaku kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara selaku pemberi suap adalah Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta atau kontraktor.
Baca juga: KPK dalami aliran uang "fee" proyek yang diterima Bupati Langkat
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024, bersama Iskandar diduga mengatur pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam hal itu, Terbit memerintahkan Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Suhardi untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar.
Iskandar diduga menjadi representasi Terbit perihal pemilihan pihak rekanan yang memenangkan paket proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Agar bisa menjadi pemenang paket proyek itu, diduga ada dua permintaan persentase fee oleh Terbit melalui Iskandar. Pertama, bernilai 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan yang melalui tahapan lelang dan kedua, bernilai 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui penunjukan langsung.
Baca juga: KPK panggil wiraswasta sebagai saksi kasus korupsi Bupati Langkat
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara. Ia diketahui menggunakan beberapa bendera perusahaan dengan total nilai paket proyek sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada beberapa proyek yang dikerjakan Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian fee oleh Muara diduga diberikan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi. Selanjutnya, fee tersebut diberikan kepada Iskandar dan diteruskan kepada Terbit.
KPK menduga Terbit dibantu orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi, mulai dari menerima hingga mengelola uang-uang fee berbagai proyek di Kabupaten Langkat tersebut.
KPK menduga banyak penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan. Hal tersebut akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022