Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mendetensikan atau menahan 26 Warga Negara Asing (WNA) asal China karena diduga terlibat sindikat penipuan internasional.

"Dugaan awal 26 WNA asal China tersebut melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan kepadanya," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Dirwasdakim) Pria Wibawa melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Puluhan WNA China tersebut juga tidak dapat menyerahkan dokumennya (paspor) kepada petugas sebagaimana diatur dalam Pasal 122A dan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, ujar Wibawa.

"Untuk sementara, 26 WNA tersebut ditempatkan di ruang Detensi Direktorat Jenderal Imigrasi," kata dia.

Kasus tersebut bermula saat 26 WNA asal Negeri Tirai Bambu itu diserahterimakan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi pada Selasa (15/03/2022).

Mereka diduga kelompok sindikat penipuan internasional pelaku cyber fraud (penipuan siber) melalui medium pesan WhatsApp dan call center palsu.

CMT dan kelompoknya diketahui melakukan penipuan siber dengan mencari nomor handphone dan identitas calon korban. Kemudian pelaku mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp, atau menelepon korban dengan mengaku sebagai polisi China, dan menyampaikan berita bohong bahwa korban tersangkut suatu perkara di kepolisian China.

Setelah itu, korban diminta menghubungi kepolisian China melalui nomor tertentu yakni call center palsu yang telah disiapkan pelaku. Saat korban menelepon call center, terjadi tawar-menawar hingga korban bersedia mentransfer sejumlah uang yang ditempatkan pada rekening perusahaan yang berafiliasi dengan tersangka CMT.

Perusahaan tersebut antara lain PT Trading Global International, PT Trio Pilar Trading Indonesia dan PT Lide Trading International, kata Pria Wibawa.

"Menurut informasi yang kami terima, korban penipuan CMT dan kelompoknya yang berjumlah 350 orang semuanya diduga berasal dari China berdasarkan nomor teleponnya," ujar dia.

Terkait tindak pidana penipuan yang dilakukan pelaku, selanjutnya akan dieksekusi oleh aparat penegak hukum di negaranya.

Sementara itu, apabila terbukti ada pelanggaran keimigrasian yang mereka lakukan, maka dikenakan sanksi keimigrasian sesuai peraturan perundang-undangan, jelas dia.

Baca juga: Polri ungkap kasus penipuan obligasi China diduga fiktif

Baca juga: Geng penipuan asuransi kesehatan di China diringkus

Baca juga: Polda Metro gerebek sindikat penipuan internasional di enam lokasi

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022