Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rusadi Kantaprawira yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan tinta pemilu menyatakan tidak ada kesalahan dalam pengadaan tinta untuk pemilu seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Dalam pelaksanaannya sendiri tercapai efisiensi dan keefektifan," kata Rusadi dalam pembelaannya (pledoi), pada sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis. Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Rusadi Kantaprawira membacakan pledoi yang berjudul "Manajemen Persiapan Pemilhan Umum, Perlombaan Antara Tindak-Bijak-Rasional Dengan Keterbatasan Waktu" setebal 37 halaman. Menurut dia, tercapainya efisiensi dan keefektifan dalam penyediaan tinta pemilu itu, dapat dilihat dari harga tinta yang ditetapkan masih berada di bawah Rp30 ribu/botol sesuai dengan amanat Pleno KPU. Ia mengatakan, dengan harga tinta tersebut sekaligus bisa menghemat pagu anggaran sekitar Rp5,9 miliar atau masih jauh di bawah harga tinta sejenis pada pelaksanaan Pemilu tahun 1999 yang harganya Rp36 ribu/botol. "Oleh karena dapat disimpulkan tidak terdapat unsur kesalahan dan kesengajaan dalam penyediaan tinda pemilu itu," katanya. Selain itu, ia juga menilai JPU dari KPK melakukan kesalahan fatal di dalam dakwaan terhadap dirinya karena menggunakan data lama saat tender masih diikuti oleh delapan peserta seperti tercantum dalam Bukti T-V. Seharusnya, lanjut dia, data diambil dari Berita Acara Evaluasi dan Negoisasi No.10.1/BA-PH/16/II/2004 tanggal 17 Februari 2004 yang diikuti oleh empat perusahaan yang diusulkan panitia. Ia mengatakan tentang jumlah dana yang dituntut JPU sebagai kerugian negara sebesar Rp1,382 miliar yang diambil over dari hasil perhitungan ahli BPKP. "Ternyata perhitungan dibuat oleh JPU tanpa sempat mencari data yang terverifikasi dari dokumen-dokumen di KPU yang bertautan," kata Ketua Pengadaan Tinta Pemilu 2004 itu. Sementara itu, penasehat hukum Rusadi Kantaprawira, Hotman Paris Hutapea mengatakan perkara yang dialami Rusadi Kantaprawira sangat sederhana karena JPU hanya menuntut terdakwa telah memperkaya orang lain atau rekanan. "Jadi, Rusadi tidak melakukan pelanggaran keppres pengadaan jasa dan barang pemilu," tandasnya. Sebelumnya, KPK mengajukan tuntutan hukuman empat tahun tiga bulan penjara kepada anggota KPU Rusadi Kantaprawira, atas dakwaan melakukan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan Pemilu 2004. Tim Jaksa menjelaskan berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan terdakwa selaku ketua panitia pengadaan tinta sidik jari bagi pemilu legislatif 2004 telah melakukan penunjukkan langsung terhadap delapan rekanan. Dari Rangkaian kegiatan itu, jaksa memandang terdakwa telah memperkaya para rekanan tinta impor yang berjumlah empat perusahaan dengan nilai total Rp4,326 miliar dan rekanan tinta lokal yang berjumlah tiga perusahaan dengan nilai total Rp335,1 juta. Total kerugian negara mencapai Rp4,661 miliar atau setidak-tidaknya Rp1,382 miliar yang dihitung dari selisih antara nilai perjanjian dengan harga negosiasi yang terendah sebagaimana yang tercantum dalam laporan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP pusat. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006