"Rupiah tergelincir dan mencatat penurunan mingguan terbesar dalam lebih dari dua tahun, setelah investor global mengurangi kepemilikan aset Indonesia akibat kekhawatiran bahwa krisis hutang Eropa akan meredam permintaan ekspor," kata analis Monex Investindo Futures, Johanes Ginting, di Jakarta.
Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarBank di Jakarta Senin sore bergerak kembali melemah sebesar 80 poin ke posisi 8.840 dibanding sebelumnya 8.760 per dolar AS.
Johanes mengatakan, lembaga keuangan internasional menjual lebih dari 414 dolar AS juta saham Indonesia yang dibeli sejak awal pekan.
Ia mengemukakan, rupiah yang terus melemah hingga 2,6 persen pada pekan lalu telah memaksa Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi dalam pasar mata uang dan obligasi.
"Kemungkinan `default` dan keluarnya Yunani dari kawasan Euro telah memicu aksi hindar resiko. Pasar mengkhawatirkan perlambatan ekonomi global, dan Rupiah terkena imbas dari perkembangan pasar," kata dia.
Ia menambahkan, saat para pelaku pasar berusaha mencari perlindungan investasi, pilihan akan mengacu pada mata uang "safe haven" seperti dolar AS dan Yen terlihat dari terus menguatnya mata uang itu terhadap mata uang lainnya.
Analis Indosurya Asset Management, Reza Priyambada menambahkan, masalah utang beberapa negara di kawasan Eropa memicu pelaku pasar jangka pendek akan mengambil posisi ambil untung.
"Melemahnya rupiah disebabkan pelaku pasar yang masih kawatir dengan krisis di Eropa sehingga memicu `profit taking," kata dia.
Ia menambahkan, pelaku pasar terutama asing masih melanjutkan untuk memangkas kepemilikan asetnya di Indonesia sejak pekan lalu.
Meski demikian, lanjut dia, disinyalir investor jangka panjang masih berada di dalam negeri. Tindakan intervensi bank sentral berhasil mengembalikan kepercayaan pasar.
Sementara, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin (19/9) tercatat mata uang rupiah melemah terhadap dolar AS menjadi 8.805 dibanding pada harga hari sebelumnya 8.772.
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011