Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan Malaysia, Lestari Pasifik Berhad, menginvestasikan dana 350 juta dolar AS untuk mengembangkan bioetanol dari olahan ampas kelapa sawit di Indonesia.
"Kami menargetkan bisa membangun 316 perusahaan bio-refinery dalam lima tahun ke depan dengan nilai investasi sebesar 350 juta dolar AS," kata CEO Lestari Pasifik Berhard, Dato Dr Clement Tan Wei Loon, di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan, setiap satu pabrik diperkirakan memerlukan biaya investasi 3,5 juta ringgit Malaysia.
Rencananya pabrik-pabrik pengolahan ampas kelapa sawit (bonggol kelapa sawit) sisa pengolahan industri kelapa sawit akan dibangun di dekat perusahaan kelapa sawit yang tersebar di berbagai provinsi di indonesia.
"Untuk merealisasikan investasi ini kami menggandeng PT Inkud Exchange untuk mendirikan perusahaan joint venture pengolahan ampas kelapa sawit," katanya.
Pihaknya merupakan perusahaan pemegang lisensi teknologi pengolahan ampas kelapa sawit bernama mekano-enzimatik system dan merupakan perusahaan patungan dengan Rusia.
Teknologi tersebut akan diterapkan di Indonesia yang dinilainya merupakan negara dengan luas lahan perkebunan sawit terbesar di dunia dengan luas kebun kelapa sawit mencapai hampir 8 juta ha yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.
Selama ini, ampas atau bonggol kelapa sawit tidak dimanfaatkan oleh industri kepala sawit dan hanya dijadikan pupuk atau dibakar. Untuk mengangkut bonggol yang dianggap sisa dalam industri kelapa sawit itu dibutuhkan dana Rp150 ribu per delapan ton.
Pihaknya menilai hal itu sangat tidak efisien karena bonggol kelapa sawit dapat diolah menjadi bioetanol dengan teknologi tertentu yang ramah lingkungan.
Sementara itu, Direktur PT Inkud Exchange, Herman Y.L. Wutun, mengatakan, pihaknya akan mendirikan perusahaan patungan dengan Lestari Pasifik Berhad dengan pembagian kepemilikan saham 51 persen untuk Lestari Pasifik dan 49 persen PT Inkud Exchange.
"Teknologi untuk memproses bonggol sawit menjadi bioetanol merupakan teknologi baru yang hak patennya dimiliki oleh Lestari Pasifik Berhad yang berasal dari negara penghasil sawit terbesar di dunia, yakni Malaysia," katanya.
Menurut dia, dengan didirikannya banyak pabrik pengolahan ampas kelapa sawit di Indonesia, maka investasi itu akan berpotensi menghasilkan lebih banyak bioetanol sebagai bahan bakar alternatif yang cukup untuk konsumsi dunia.
"Kami targetkan akhir tahun ini sudah mulai dibangun pabrik pengolahan bonggol kelapa sawit. Pilot project ada di Sumatera," katanya.
Perusahaan patungan itu ke depan berpotensi memproduksi 6-6,5 juta liter bioetanol seharga 4 juta dolar AS per liter sebagai tambahan pendapatan dari industri kelapa sawit.
Vice President, Strategy & Planning Lestari Pasifik Berhad, Saravanan Rasaratnam, berpendapat, tambahan pendapatan itu merupakan nilai tambah yang potensial dalam industri kepala sawit.
"Apalagi sampai saat ini hampir semua negara di dunia berinisiatif untuk menemukan bahan bakar alternatif untuk kendaraan. Saat ini, bahan bakar kendaraan masih menggunakan diesel dan bensin, hanya 10 persen kendaraan di dunia yang sudah menggunakan bahan bakar alternatif ramah lingkungan," katanya.
Pengolahan bonggol kelapa sawit sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol, kata Rasaratnam, merupakan alternatif yang tepat karena bonggol selama ini tidak dimanfaatkan dalam industri kelapa sawit.
Bonggol sawit juga tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, sehingga tidak ada potensi kompetisi dengan kebutuhan pangan manusia justru merupakan upaya pemanfaatan limbah menjadi bahan yang lebih berguna.
(H016/A027)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011