Jakarta (ANTARA News) - Kondisi perekonomian global yang belum membaik harus diantisipasi dampaknya ke perekonomian nasional antara lain dengan menerbitkan protokol krisis ekonomi yang terintegrasi antara Pemerintah dengan lembaga-lembaga lainnya.

Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan di Jakarta, Senin, protokol untuk menghadapi krisis ekonomi sudah ada di BI, Kemenkeu dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), namun belum terintegrasi.

"Protokol manajemen krisis sudah ada di BI, Kemenkeu dan LPS, tetapi belum ada yang terintegrasi, belum ada protokol krisis di tingkat nasional," kata Perry.

Dikatakan, protokol krisis tingkat nasional itu diperlukan sebagai antisipasi menghadapi krisis di Amerika Serikat dan Eropa yang diperkirakan akan semakin memburuk di tahun-tahun mendatang.

"Sampai saat ini dampaknya ke ekonomi kita memang belum terlalu terasa tetapi bisa saja berkembang ke arah yang tidak menyenangkan, meski kita tidak bisa menebak seberapa parah," kata Perry.

Menurutnya, dampak dari krisis global ini akan terlihat dari penurunan pertumbuhan ekonomi dunia yang pada tahun ini hanya akan tumbuh 4,1 persen, karena volume perdagangan dan harga komoditas akan menurun.

Sementara untuk tahun depan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan menurun dari perkiraan 4,5 persen menjadi 4,0 persen dengan bertambah luasnya dampak krisis ekonomi.

"Dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang diprediksi hanya 4 persen itu maka pertumbuhan nasional menurut BI hanya akan tumbuh 6,5 persen dari asumsi Pemerintah 6,7 persen," katanya.

Dengan dampak pada pertumbuhan ekonomi itu, Perry menyatakan BI sudah bersiap untuk melakukan respon terhadap suku bunga, nilai tukar dan penurunan harga komoditas, karena untuk menanggulangi krisis perlu penanganan di berbagai sektor.

"Langkah-langkah penanganan tidak cuma moneter dan fiskal tetapi juga perlu langkah-langkah stimulus," katanya.

Dikatakan Perry, untuk menghadapi krisis ekonomi yang terjadi saat ini perlu ada reorientasi kebijakan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari dalam utamanya melalui investasi termasuk untuk mensubstitusi impor.

(D012/S004)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011