"Tidak juga karena survai mengatakan ini atau itu," kata Daniel kepada wartawan melalui pesan singkat, Minggu malam.
Ia mengatakan bahwa keperluan untuk melakukan akselerasi perubahan adalah faktor utamanya.
"Kata kuncinya adalah akselerasi. Yang dilakukan bukan hanya menggeser atau menggusur orang, namun juga membawa serta cara pandang baru, komitmen baru, semangat baru, dan orientasi baru," ujarnya.
Ia menilai kesuksesan akselerasi ditentukan oleh tindakan cepat dan sigap.
Oleh karena itu, kata dia, semua jajaran kementerian, lembaga, pemerintah daerah diminta untuk meningkatkan kinerja dan kerja samanya.
"Apa yang dicanangkan dalam tiga tahun ke depan semata untuk bangsa ini, tidak untuk pencitraan atau legacy sekalipun," katanya.
Ia menekankan bahwa tidak ada yang personal karena semuanya berurusan dengan publik, dengan masa depan republik.
Daniel juga berkata, "prosesnya sedang berlangsung.
"Tentu `the sooner, the better` tetapi apa artinya menunggu dua - tiga minggu untuk sesuatu yang telah ditunggu satu tahun sebelumnya oleh publik," ujarnya.
Ia juga mengimbau tidak perlu ada kehebohan atau kegaduhan, apalagi keonaran.
"Biarlah Presiden dan Wakil Presiden mengambil waktu terbaiknya untuk menjawab itu," katanya.
Sementara itu hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pekan ini menyebutkan, kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono kembali merosot. Saat ini hanya 37,7 persen responden yang puas terhadap kinerja pemerintahan. Sebanyak 44,7 persen responden menyatakan tidak puas dan 17,7 persen tidak menjawab.
Terhadap hasil itu, Daniel menilai ada sejumlah alasan objektif yang dipahami pemerintah sebagai penyebab penurunan itu.
"Sebagian karena faktor eksternal dan sebagian lagi karena faktor internal," ujarnya seraya menegaskan pemerintah terus berbenah. (G003/B013)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011