"Tingkah laku elit KPK saat ini makin aneh. Salah satu keanehan itu adalah pembentukan Tim Analisis dan Advokasi KPK untuk menangani setiap upaya pelemahan terhadap KPK yang dimotori mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endiartono Sutarto," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane di Jakarta, Sabtu.
IPW yang Deklarator Komite Pengawas KPK menilai, pembentukan tim tersebut patut dipertanyakan karena menimbulkan sepuluh keanehan, ujarnya.
"Adapun sepuluh keanehan tersebut, pertama apa dasar hukumnya. Kedua, tim itu untuk membela KPK atau untuk membela oknum-oknum elit KPK yang bermasalah," kata Neta.
Ketiga, kalau benar-benar memang membela KPK, tim itu harus menyelamatkan KPK, sehingga pimpinan KPK yang disebut-sebut bertemu dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dan dituduh menerima suap harus didorong tim untuk diperiksa secara hukum, baik oleh Polri maupun oleh Jaksa, katanya.
"Sebab tindakan oknum KPK itu sudah melanggar pasal 65 junto pasal 36 Undang-Undang KPK, dengan ancaman di atas lima tahun penjara," kata Neta.
Keempat, kehadiran tim itu akan menimbulkan tumpang tindih tugas dan kecemburuan di internal karena KPK sesungguhnya sudah memiliki unit-unit kerja di bidang hukum (advokasi) maupun Hubungan Masyarakat (Humas) yang bertugas menangani dan membangun opini positif bagi KPK, katanya.
"Kelima, tim tersebut bisa dituding telah merampas tugas-tugas unit kerja di internal KPK. Untuk itu sebaiknya tim membubarkan diri karena bisa dituding oleh pegawai KPK maupun masyarakat seolah-olah anggota tim tersebut tidak punya kerjaan lain, dan hanya merebut kerjaan orang, padahal anggota tim adalah orang-orang terhormat," kata Neta.
Keenam, pembentukan tim bisa dinilai sebagai gambaran bahwa telah terjadi konflik internal yang cukup parah di KPK, sehingga sebagian elit pimpinan KPK tidak percaya lagi pada unit-unit kerja di internal dan terpaksa harus membentuk tim dari eksternal, katanya.
"Ketujuh, patut dipertanyakan, pembentukan tim ini apakah didukung seluruh pimpinan KPK atau hanya sebagian elitnya. Jika nanti muncul pimpinan baru KPK dan tidak setuju dengan tim ini, otomatis tim bubar, tentulah keberadaan tim ini bisa dinilai hanya mendukung oknum-oknum tertentu di KPK dan bukan untuk mendukung KPK sebagai institusi," kata Neta.
Jika ini terjadi, menurut Neta citra orang-orang di dalam tim pasti akan terganggu, mengingat mereka adalah tokoh-tokoh terhormat.
"Kedelapan, mengingat keberadaan tim tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, ketika melakukan advokasi atas nama KPK mereka harus mendapat persetujuan semua pimpinan KPK, jika tidak, tim hanya mengadvokasi atas nama orang per orang pimpinan KPK," kata Neta.
Jika itu terjadi, tim tidak bisa mengatasnamakan KPK tapi atas nama orang per orang di jajaran pimpinan KPK. Jika itu yang terjadi tim bisa dianggap masyarakat hanya alat oknum per oknum di KPK, katanya.
"Kesembilan, mengingat keberadaan tim tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, tim tidak boleh menggunakan anggaran maupun fasilitas KPK," kata Neta.
Penggunaan anggaran dan fasilitas KPK bisa dinilai telah melakukan korupsi dan penyalahgunaan terhadap fasilitas negara, katanya.
"Kesepuluh, mengingat anggota tim adalah tokoh-tokoh terhormat, jangan sampai muncul tudingan bahwa mereka hendak mempolitisasi KPK dan harus dihindari juga munculnya isu-isu makelar kasus di balik pembentukan tim ini di kemudian hari," kata Neta.
Untuk menghindari berbagai kontroversial terhadap pembentukan tim itu, IPW berharap Komisi III DPR segera memanggil KPK untuk mempertanyakan pembentukan tim tersebut.
(S035/Y008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011