Washington (ANTARA News) - AS, Rabu, menolak tindakan sepihak Israel untuk menetapkan perbatasannya dengan Palestina, dan menanggapi dengan dingin pernyataan-pernyataan yang dibuat penjabat PM Ehud Olmert. Tetapi Washington tidak menentang hak Israel untuk menahan puluhan juta dolar sebulan hasil pendapatan pajak yang dikumpulkan untuk Palestina, jika kelompok Hamas berkuasa. Sikap itu ditegaskan ketika Menlu AS, Condoleezza Rice dan Menlu baru Israel, Tzipi Livni saat bertemu untuk membicarakan situasi politik yang keruh setelah kemenangan Hamas dalam pemilihan parlemen bulan lalu. Rice menanggapi dengan dingin pernyataan Olmert, Selasa, di televisi Israel bahwa negara Yahudi itu akan tetap mempertahankan Lembah Jordan "blok permukiman lebih besar" di Tepi Barat dan satu "Jerusalem yang utuh" dalam setiap perjanjian perdamaian akhir. "Tidak satu pihakpun berusaha dan menetapkan secara sepihak terlebih dulu hasil dari satu perjanjian status akhir," kata Rice dalam jumpa wartawan bersama dengan Livni setelah perundingan pertama mereka. Rice mengulangi sikap Presiden George W.Bush tentang perlunya memperhitungkan "realitas baru di lapangan" di wilayah-wilayah yang diduduki Israel dalam perang tahun 1967 dengan tetangga-tetangga Arabnya. Rice dan Livni mengutarakan kembali perasaan was-was mereka tentang tampilnya Hamas, yang dikatakan oleh diplomat Israel itu akan mengubah Pemerintah Palestina menjadi "sebuah negara teror" yang pantas mendapat sanksi-sanksi internasional. AS dan Uni Eropa juga memasukkan Hamas dalam daftar organisasi teroris dan mengancam akan menghentikan bantuan kepada Palestina, kecuali mereka menghentikan aksi kekerasan dan mengakui hak Israel untuk hidup. "Kami akan meninjau kembali semua program kami dan kami akan melakukan itu," kata Rice. "Tapi kami menunggu hasil proses pembentukan pemerintah ,karena hal itu akan menggambarkan tetang apa yang mungkin dilakukan."Soal dana hasil pajak Satu masalah yang mungkin atau tidak menungkin dipisahkan adalah nasib 40 sampai 50 juta dollar hasil pendapatan pajak atas nama Pemerintah Palestina sebagai sumber penting keuangannya. Israel setuju menyerahkan uang itu kepada pemerintah moderat sekarang yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas. Tetapi Livni mengisyaratkan bahwa dana ini akan dihentikan apabila Hamas berkuasa. Jika penngiriman uang itu dilakukan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang dicapai dengan Palestina, Israel dan hukum internasional melarang pembayaran-pembayaran seperti itu kepada kelompok teroris, katanya, seperti dilaporkan AFP. "Adalah sesuatu hal yang tidak dapat diterima untuk meminta Israel melaksanakan perannya dalam perjanjian-perjanjian ini, sementara pihak lain bahkan tidak setuju kita punya hak untuk hidup," kata Livni. "Jadi saya kira tidak hanya ilegal, tapi bahkan secara moral, ini adalah sesuatu yang Israel akan pertimbangkan kembali pada masa depan," katanya dan menambahkan, "kami akan mempertimbangkan situasi itu setiap bulan." AS, yang mendesak Israel di masa lalu untuk memenuhi kewajiban mereka kepada Palestina dan membujuk mereka untuk menyerahkan uang hasil pajak kepada pemerintah Abbas, bersikap netral menanggapi pernyataan-pernyataan Livni. "Kami berpendapat adalah terserah pada masing-masing negara untuk membuat keputusannya sendiri tentang tindakannya yang didasarkan pada apa yang harus atau tidak dilakukan Hamas," kata jurubicara Departemen Laur Negeri AS, Sean McCormack. Ia mengatakan terserah pada Hamas untuk membuktikan bahwa ia siap menghentikan perjuangan bersenjatanya melawan Israel. "Kami masih tetap mengharapkan mereka dapat membuat keputusan ini untuk memenuhi imbauan masyarakat internasional," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006