Jakarta (ANTARA) - Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana memberi kuliah umum bertema "Toya Uriping Bhuwana, Usadhaning Sangaskara" yang artinya Air Sumber Kehidupan dan Penyembuh Peradaban di Universitas Dwijendra, Denpasar, Bali, Senin.

Sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, Ari Dwipayana membuka paparan dengan mengingatkan seluruh Civitas Akademika Universitas Dwijendra pada nama besar tokoh suci yang disandang sebagai nama universitas, yakni Danghyang Dwijendra.

Danghyang Dwijendra dikenal luas dengan pemikiran-pemikiran besar yang tertuang dalam berbagai karya sastra.

Ari berharap keluarga besar Universitas Dwijendra menjadikan pemikiran-pemikiran besar dari Danghyang Dwijendra sebagai sumber inspirasi dalam membangun keinsyafan atau kesadaran dalam laku kehidupan masyarakat Bali.

Baca juga: Koordinator Staf Khusus Presiden hadiri Tawur Kesanga Nyepi di Ubud

Selanjutnya Ari menekankan bahwa masalah lingkungan di Bali tidak terlepas dari permasalahan global sebagai akibat pemanasan global.

Dia mengatakan pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrem, berdampak pada penurunan produktivitas pangan hingga mengganggu hubungan sosial antarmasyarakat.

Selain itu, kata dia, Bali memiliki permasalahan lingkungan tersendiri, mulai dari deforestasi besar-besaran yang menimbulkan krisis air dan banjir, pencemaran air oleh sampah dan limbah serta polusi, pendangkalan dan ancaman tercemarnya Catur Danu, alih fungsi lahan pertanian, rusaknya kesuburan tanah, sampai munculnya konflik karena perebutan lahan dan air.

Dia menekankan dalam menyelesaikan masalah lokal dan global maka diperlukan semangat solidaritas dan kolaborasi.

Baca juga: Ari Dwipayana: Bangun jembatan kearifan lokal dan kemajuan sains

Penyelesaian tidak bisa dilakukan secara parsial melainkan menggunakan pendekatan integrated-holistic dengan berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal.

“Untuk menyembuhkan alam dan peradaban, perlu strategi nguriping toya, nguriping pertiwi,” tegas Ari.

Strategi nguriping toya, nguriping pertiwi yang berarti menjaga tanah dan memuliakan air tersebut, menurutnya, bisa dicapai melalui empat level.

Pertama, strategi di level negara untuk menyusun kebijakan yang inklusif dan mendukung keberlanjutan.

Para pemimpin harus betul-betul “pesaje” dalam menjaga alam Bali. Kebijakan insentif perlu diberikan bagi wilayah-wilayah konservasi sehingga masyarakat bisa mempertahankan gunung, hutan, dan danau.

Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden tinjau pembangunan asrama mahasiswa Bali

Kedua, strategi di level komunitas melalui penerapan awig-awig dan perarem yang menjaga lingkungan hidup. Tri Hita Karana seharusnya tidak berhenti menjadi slogan yang dibanggakan, tetapi menjadi dresta dalam kehidupan masyarakat Bali.

Dia menekankan berbagai desa dresta dan kuna dresta untuk konservasi alam seperti alas kekeran perlu dipertahankan dan diperkuat lagi, bahkan bisa dibuat alas kekeran baru.

Ketiga, strategi literasi dan edukasi di level keluarga dan sekolah. Pendidikan kearifan ekologis harus masuk dalam kurikulum mulai dari PAU sampai dengan perguruan tinggi. Di perguruan tinggi di Bali perlu dikembangkan tri dharma perguruan tinggi yang prolingkungan hidup, seperti mengajak civitas akademika mengadakan riset dan pengabdian masyarakat di wilayah-wilayah konservasi di hulu maupun pesisir.

“Keempat, melalui strategi pengembangan ekonomi konservasi, ekonomi hijau. Strategi ini menyeimbangkan antara aspek konservasi lingkungan dengan aspek kesejahteraan sehingga masyarakat menjalankan aktivitas ekonomi dengan berkesadaran lingkungan. Sebaliknya, konservasi lingkungan memberikan benefit ekonomi," jelas Ari.

Sebelumnya, Ketua Yayasan Dwijendra, Dr I Ketut Wirawan, S.H., M. Hum mengingatkan kewajiban masyarakat untuk ikut melakukan konservasi dan menjaga kesucian air dan tanah.

“Tanah dan air sangat penting bagi kehidupan. Sebagaimana yang ditunjukkan Presiden RI, Bapak Joko Widodo, yang pada hari ini mengumpulkan tanah dan air dari seluruh Indonesia di calon Ibu Kota Negara (IKN), di Kalimantan Timur," kata Ketut Wirawan.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022