Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil salah seorang wiraswasta, yaitu Muhamad Yusuf Kaban sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan tersangka Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
"Hari ini, Muhamad Yusuf Kaban diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TRP," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Terbit Rencana Perangin Angin merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Sebelumnya, pada Jumat (25/2), KPK telah memanggil Muhamad Yusuf Kaban sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi tersebut. Namun, ia berhalangan hadir sehingga pemeriksaan dijadwalkan ulang pada Senin ini.
Baca juga: KPK panggil wiraswasta terkait penyidikan kasus Bupati Langkat
Baca juga: KPK dalami penerimaan uang Bupati Langkat dari orang kepercayaan
KPK total menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut, yakni lima penerima suap dan satu pemberi suap.
Penerima suap adalah Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing, Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS), sedangkan pemberi suap adalah Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama Iskandar diduga mengatur pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam hal itu, Terbit memerintahkan Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Suhardi untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar.
Iskandar diduga menjadi representasi Terbit perihal pemilihan pihak rekanan yang memenangkan paket proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebutkan, agar bisa menjadi pemenang paket proyek itu, diduga ada dua permintaan persentase "fee" oleh Terbit melalui Iskandar.
Pertama, bernilai 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan yang melalui tahapan lelang. Kedua, bernilai 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara. Ia diketahui menggunakan beberapa bendera perusahaan dengan total nilai paket proyek sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi. Selanjutnya, "fee" itu diberikan kepada Iskandar dan diteruskan kepada Terbit.
KPK menduga, mulai dari penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang "fee" berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit dibantu orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan. Hal tersebut akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Baca juga: KPK dalami perintah Bupati Langkat tentukan nilai "fee" proyek
Baca juga: KPK panggil enam saksi terkait kasus korupsi di Langkat
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022