Yogyakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan segera memanggil Kepala Kepolisian Daerah setempat terkait pernyataannya yang menutup kasus kematian wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin.
Ketua Komisi A DPRD DIY Wahyono saat beraudiensi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Yogyakarta, Kamis, mengatakan pernyataan Kapolda DIY Brigjen Pol Tjuk Basuki bahwa kasus kematian Udin selesai telah melukai perasaan masyarakat Yogyakarta, yang menginginkan penyelesaian kasus tersebut.
Dia mengatakan Kapolda DIY sebagai pimpinan tertinggi di kepolisian tidak sepatutnya memberikan pernyataan itu.
Oleh karena itu, Wahyono mengatakan, Kapolda harus menjelaskan kepada publik secara terbuka alasan dia mengeluarkan pernyataan kasus Udin telah selesai.
"Jika pernyataan Kapolda baru tersebut tidak memiliki argumentasi hukum yang jelas, maka, kami mendesak Tjuk Basuki mencabut pernyataanya serta meminta maaf kepada publik secara terbuka," katanya.
Selain itu, Komisi A juga meminta Kapolda DIY menjelaskan hasil penyelidikan kasus Udin kepada masyarakat.
"Kami mendukung sepenuhnya upaya AJI yang tetap mengawal kasus Udin karena ini menyangkut hak asasi manusia (HAM)," kata dia.
Ketua Aliansi AJI Yogyakarta Pito Agustin Rudiana mengatakan AJI mendesak DPRD segera memanggil Kapolda DIY dan meminta keterangan tentang pernyataan tersebut.
Menurut dia, AJI memprotes Kapolda DIY, yang menyatakan tidak akan membuka kasus udin karena sudah selesai di pengadilan.
Menurut dia, pada 17 Agustus 2011 Kapolda DIY menyatakan polisi sudah menangkap pelaku pembunuhan Udin, yakni Dwi Sumadji alias Iwik karena telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bantul.
"Kami berpandangan pernyataan Kapolda DIY tidak tepat karena pembunuh Udin yang sebenarnya belum terungkap," katanya.
Ia mengatakan Polda DIY selama ini belum melakukan langkah konkret dan sungguh-sungguh untuk membuka kembali kasus tersebut melalui penyelidikan.
Padahal, Pengadilan Negeri Bantul secara jelas membuktikan Iwik merupakan terdakwa yang direkayasa.
Menurut dia, polisi semestinya kembali melakukan pemeriksaan beberapa orang saksi, termasuk mantan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo, yang seringkali disebut Iwik dalam persidangan.
Apalagi, Udin semasa hidupnya pernah memberitakan kasus penyelewengan dana inpres desa tertinggal dan rencana pembangunan megaproyek Parangtritis.
Selain itu, polisi, kata Pito semestinya membuka dan mempelajari keseluruhan berkas dan data hasil investigasi tim independen sejumlah kalangan jurnalis.
Pito mengatakan jika kasus Udin tidak segera diselesaikan, maka perkara kasus ini akan memasuki masa kadaluwarsa karena sesuai aturan hukum, masa kadaluwarsa pengusutan kasus hukum adalah 18 tahun.
"Tiga tahun lagi kasus ini akan memasuki masa kadaluwarsa sebab wartawan Bernas asal Bantul itu tewas akibat penganiayaan pada 16 Agustus 1996," katanya.
AJI, kata Pito menyayangkan langkah polisi karena kasus ini belum terungkap hingga 15 tahun kematian Udin.
Padahal, pada tahun lalu, Polda DIY berjanji akan kembali membuka kasus itu.
Menurut dia, Kapolda DIY yang sebelumnya, Brigjen Polisi Ondang Sutarsa dalam audiensi dengan AJI dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta di ruang kerja Kapolda menyatakan akan melihat kasus itu untuk diselidiki.
"Kasus Udin menjadi potret buram kebebasan pers dan perlindungan terhadap wartawan karena polisi mengawalnya dengan sungguh-sungguh," katanya.
Dia mengatakan AJI Yogyakarta mendesak Kapolda DIY melakukan reka ulang terhadap kasus Udin dengan menghadirkan para penyidik dan saksi yang masih ada.
Dalam reka ulang kasus itu, kata dia AJI meminta Polda melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta tim investigasi independen jurnalis, yakni AJI Yogyakarta dan PWI Yogyakarta.
Selain mendesak Polda DIY menuntaskan kasus ini, AJI, kata dia juga mendesak Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kepolisian Republik Indonesia (RI) terlibat karena hingga kini upaya Polda DIY belum berhasil mengungkap pembunuh Udin yang sebenarnya.
"Kami menyerukan agar seluruh kalangan pers dan masyarakat mengawal penyelesaian kasus ini," katanya.
(ANT-293/M027)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011