... Kami yakin bisnis ini berkembang baik...

Jakarta (ANTARA News) - Semula Asep Syamsul Munawar yang akrab disapa Kang Asep tidak menyangka bisnis peternakan ikan mas koi akan sebesar sekarang. Sekarang dia beserta 12 temannya mendirikan Mizumi Koi Farm, di Sukabumi, Jawa Barat. Nama Mizumi itu juga gabungan kata mizu (air/bahasa Jepang), dan "mi" (penggalan Sukabumi).

Tidak ada kaitan langsung antara Asep dengan Bio Farma, satu perusahaan farmasi nasional dengan reputasi internasional pada awalnya. Bio Farma berkait dengan obat-obatan atau vaksin yang dikeluarkan bagi pemakai berdasarkan resep dokter. Sekarang, apa hubungan keduanya?

Asep berkisah tengang koi-nya itu. Pada pertengahan 2005, dia merangkul 52 teman pengusaha ikan hias dan pembudidaya ikan hias untuk memulai usaha. Setelah lima tahun berjalan, paguyuban itu bubar karena tidak ada kesatuan visi diperparah beda kepentingan di antara anggotanya.

"Susah mas, si pengusaha maunya untung terus. Si pembudidaya inginnya ikan dikembangbiakkan terlebih dahulu," katanya. Bubar di tempat dan modal melayang.

Dia sempat mati angin, putus semangat untuk mengusahakan bisnis peternakan ikan koi. Koi, asli dari Jepang dengan nenek moyang ikan mas dari China (Auratus sp), adalah ikan hias air tawar yang abadi. Harga dan bursa koi sangat stabil kalau bukan cenderung menguat; bisa disandingkan dengan arwana.

Saat putus asa itulah, dia mendengar tentang kewajiban BUMN Nusantara untuk turut mengembangkan perekonomian dan pelibatan sosial masyarakat. Nama program yang ditetapkan itu adalah corporate social responsibility, dan PT Bio Farma adalah satu BUMN yang juga mendukung program itu.

Asep lalu mencari tahu cara mendapat dana dan pendampingan dari BUMN di bidang farmasi itu. Singkat kata, dia mendapat suntikan dana pendampingan sebanyak Rp150 juta karena Asep dianggap sejalan dengan visi perusahaan itu dari sisi tertentu, di antaranya adalah konsep keamanan hayati.

Tidak banyak orang paham memelihara koi secara baik dan benar. Bukan cuma masalah air yang terus mengalir dan kandungan oksigen belaka, namun juga masalah kemungkinan infeksi bakteri dan virus patogenik jika pengelola tidak mau bersikap bersih. Contohnya adalah jangan pernah memasukkan langsung tangan ke dalam kolam untuk menangkap koi.

"Pakai serokan dari jaring lembut yang ukurannya sesuai dengan ukuran koi yang akan diambil dari kolam," kata Asep. Dia pasti tidak sendirian, karena ada 12 pembiak koi yang tergabung dalam Mizumi Koi Farm itu. Lebih detil lagi adalah pembuatan kolam, yang dibedakan menjadi kolam berukuran 2x3 meter untuk pemijahan, kolam 5x8 meter untuk penetasan telur, dan kolam pembesaran berukuran 800 meter persegi.

Kolam-kolam itu disesuaikan pula kedalamannya dan teknik perancangan filternya benar-benar diuji sebaik mungkin. Memang, membiakkan koi itu agak rumit; sebagai gambaran, kolam filternya harus bervolume sepertiga dari volume kolam yang dipakai yang berkedalaman tidak boleh kurang dari 150 sentimeter.

Saat-saat itu dia dan kelompok taninya membiakkan tiga tipe koi, yaitu kohaku, sanke, dan showa. Ketiga tipe koi ini memang klasik dan menjadi tipe wajib atau dasar dalam memelihara koi.

Dengan pendampingan permodalan dan bantuan teknis itu, dia akhirnya bisa menjual 200 koi ukuran 15 sentimeter per bulan. "Masih di bawah target yang 2.000 koi sebulan. Kami yakin bisnis ini berkembang baik," katanya.

Asep dan kelompoknya sedikit demi sedikit makin mantap dalam usaha pengembangbiakan koi ini. Apalagi Sukabumi menyediakan modal tidak kurang, berupa air bersih berlimpah yang memenuhi keperluan hidup koi, jarak yang tidak jauh dari pasar, dan sebagainya.

Sampai akhirnya Mizumi Koi Farm dianggap mewakili keberhasilan kelompok tani produk program corporate social responsibility oleh PT Bio Farma.

Dalam Pameran Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat Expo & Award 2011 di JHCC, Jakarta, tiga kolam buatan semi permanen berisikan koi-koi aneka jenis dan ukuran bisa menuturkan buah keberhasilan kemitraan petani dan perusahaan farmasi itu. (ANT)

Pewarta: Adam Rizallulhaq
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011