Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai Indonesia berpotensi menjadi pusat ekonomi digital di dunia, karena perdagangan kripto di dalam negeri terus bertumbuh dan sudah dicatat sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
"Pasar aset kripto dan turunannya dalam perdagangan berjangka komoditi memiliki potensi investasi yang besar. Saat ini pasar kripto Indonesia sudah dicatat sebagai yang terbesar di Asia Tenggara dan di level global berada di posisi 30," kata Bambang Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Hal itu dikatakan Bamsoet usai menghadiri peluncuran aplikasi Tambang Digital Indonesia di Jakarta, Minggu.
Baca juga: Bamsoet: Perlu ada sinkronisasi kebijakan ekonomi digital
Dia menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Perdagangan per Desember 2021, jumlah investor aset kripto di Indonesia sudah mencapai 11 juta orang.
Angka tersebut menurut dia jauh lebih besar dibanding jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya mencapai 7,48 juta investor.
"Sepanjang tahun 2021, akumulasi nilai transaksi aset kripto juga terus tumbuh hingga mencapai Rp859,45 triliun dengan nilai transaksi rata-rata per hari mencapai Rp2,3 triliun," ujarnya.
Bamsoet mengatakan, kemampuan pasar aset kripto menghimpun dana, jelas jauh lebih besar dibanding penghimpunan dana di pasar modal yang jumlahnya masih sekitar Rp363,3 triliun.
Dia menilai, jumlah investor kripto akan terus tumbuh karena ekosistemnya terus berkembang, misalnya di dalam negeri, kripto dikelompokkan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
"Dasar hukumnya antara lain UU No.10/2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi serta Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto," katanya.
Menurut dia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) juga telah mengeluarkan Peraturan Kepala Bappebti No.3 Tahun 2019, Peraturan No.5 Tahun 2019, Peraturan No. 9 Tahun 2019, dan Peraturan No. 2 Tahun 2020.
Dia menilai, karena tingginya minat masyarakat pada pasar aset kripto di dalam negeri, pemerintah perlu menjadikan pertumbuhan masif pasar kripto dalam negeri sebagai momentum percepatan transformasi ekonomi digital.
"Semua itu hendaknya dimulai dengan membangun ekosistem perdagangan baru, meliputi edukasi, mekanisme perdagangan yang lebih baik, penguatan perlindungan konsumen dan investor, pembentukan para profesi penunjang yang kapabel dan terpercaya, hingga perluasan potensi penerimaan pajak," ujarnya.
Dia meminta Kementerian Perdagangan (Bappebti), OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Polri dan Kejaksaan sebagai regulator dan penegakan hukum harus segera menyiapkan regulasi perundangan terkait ekonomi digital.
Menurut dia, perlu diantisipasi "free rider" di pasar yang memanfaatkan kekosongan hukum tersebut untuk menipu masyarakat, dengan cara memanipulasi skema "money game" atau ponzi yang dibuat mirip seperti kripto, robot trading atau sejenisnya.
Selain itu, Bamsoet juga mengapresiasi kehadiran Tambang Digital Indonesia sebagai perusahaan milik anak bangsa yang bergerak di bidang penjualan langsung dan terdapat fasilitas penambangan kripto bagi para anggotanya.
"Peluang penambangan kripto masih sangat besar. Terlebih, saat ini pertumbuhan kripto di dalam negeri terbilang masif dengan ditandai lonjakan jumlah investor dan gelembung nilai transaksi," katanya.
Hadir dalam acara tersebut antara lain CEO Tambang Digital Indonesia Roy Tanani serta Sekjen Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Ina Rachman.
Baca juga: Bamsoet: Bambang-Dhony harus terjemahkan visi pembangunan Nusantara
Baca juga: Ketua MPR tegaskan peran penting Organisasi Pemuda Asia dan Afrika
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022