Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN mendesak PT Garuda Indonesia agar merevitalisasi rencana bisnis (business plan) sebagai langkah menyelesaikan restrukturisasi utang perusahaan kepada kreditor. "Rencana bisnis ini menjadi acuan bagi manajemen dan pemerintah untuk melakukan negosiasi restrukturisasi utang kepada seluruh kreditor," kata Menneg BUMN Sugiharto, usai menerima kunjungan kreditor yang tergabung dalam European Export Credit Agency (ECA) di Jakarta, Rabu sore.Menurut Sugiharto, pembuatan business plan merupakan salah satu jawaban terhadap opsi yang akan ditawarkan kreditor dalam menyelesaikan restrukturisasi utang Garuda yang mencapai 800 juta dolar AS. Diketahui, dari 800 juta dolar AS utang Garuda itu, sebesar 510 juta dolar merupakan utang ke ECA, 130 juta dolar ke pemegang surat utang (promissory note), sedangkan sisanya 160 juta dolar ke Bank Mandiri dan kepada PT Angkasa Pura I dan II. Garuda juga tidak sanggup membayar utang sebesar 55 juta dolar AS kepada pemegang promissory note yang jatuh tempo pada akhir Desember 2005. Sebelumnya, Senior Vice President Finance PT Garuda Indonesia, Alex Manaklaran mengatakan, selain meminta memperbaharui rencana bisnis, para kreditor juga meminta jaminan pemerintah Indonesia berupa kesanggupan membayar utang, suntikan dana, dan jaminan kelangsungan bisnis Garuda. Menurut Sugiharto, dalam pertemuan dengan delegasi ECA yang dipimpin Dubes Inggris untuk Indonesia itu, bahwa para kreditor memahami posisi pemerintah dimana tidak bisa keluar dari sistem yang ada untuk membantu Garuda. "Di satu sisi kita melaksanakan disiplin anggaran ketat, di sisi lain usulan memberikan dana talangan harus mendapat persetujuan dari DPR," ujarnya. Ia menjelaskan, apapun yang dilakukan pemerintah untuk merestrukturisasi utang Garuda tentu menyangkut anggaran negara (APBN--red). Namun, menurut Sugiharto, pemerintah tidak dalam posisi memberikan jaminan terhadap kemungkinan opsi yang diminta kreditor seperti pemberian dana talangan, ataupun two step loan. Dijelaskannya, pemerintah hanya menjamin keinginan untuk mendukung operasional Garuda sebagai entitas bisnis, namun kita juga meminta pengertian dari kreditor untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa merugikan Garuda maupun kreditor itu sendiri. Sugiharto juga menegaskan, bahwa tidak ada satupun keluar kata-kata dari kreditor untuk mempailitkan Garuda. "Jangan lupa, jumlah utang ke ECA itu sekitar 501 juta dolar AS, jauh lebih kecil dari harga satu pesawat. Jadi tidak ada satupun yang berkepentingan untuk menghentikan kelangsungan operasi Garuda," ujarnya. Dengan demikian, Kementerian menyatakan, bahwa secara politik pemerintah ingin Garuda terselamatkan. Sementara itu, untuk mempercepat negoasiasi restrukturisasi utang kepada ECA termasuk kreditor pemegang promissory notes, pemerintah dan kreditor sepakat membentuk Tim Negosiasi. "Saya sudah menunjuk seluruh Deputi Meneg BUMN yang mewakili Kementerian BUMN, dan dari wakil dari Menko Perekonomian, Depkeu, serta dari Departemen Perhubungan," kata Sugiharto. Dirjen Anggaran Perimbangan Keuangan Depkeu, Ahmad Rochjadi, yang ikut dalam pertemuan dengan kreditor tersebut, mengatakan pihak ECA menginginkan percepatan penyelesaian utang sesuai dengan regulasi dan peraturan yang ada.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006