Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, kasus korupsi Bank Mandiri terkait pembelian obligasi PT Great River Indonesia senilai Rp50 miliar dan pemberian fasilitas kredit kepada perusahaan tersebut sebesar Rp265 miliar, kini memasuki tahap penyidikan. "Kalau tidak salah mau ditingkatkan ke penyidikan," katanya, usai menghadiri Rapat Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) di Jakarta, Rabu. Abdurrahman Saleh mengatakan, Kejaksaan Agung masih menunggu kepastian tentang skema pengembalian utang yang harus dilakukan Bank Mandiri terhadap PT Great River Indonesia (GRI). "Untuk itu, kita juga belum tahu pasti status penyidikan akan diberlakukan, namun yang akan memasuki tahap penyidikan," katanya. Penyidik bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kamis (2/2), menyidik perkara tindak pidana korupsi di Bank Mandiri, terkait dengan pembelian obligasi PT Great River Indonesia senilai Rp50 miliar dan pemberian fasilitas kredit kepada PT GRI sebesar Rp265 miliar. Saat ini obligasi tersebut berstatus default, sedangkan kreditnya macet. Jaksa penyidik yang diketuai Hasan Madani memeriksa empat orang dari jajaran Bank Mandiri dan mantan staf Bank Mandiri. Mereka adalah Wakil Direktur Utama Wayan Agus Mertayasa, Direktur Tresury JB Kendarto, Group Head Secretary Kun Sarjono Satri, serta mantan Direktur Kepatuhan Nimrod Sitorus. Penyidikan dilakukan berdasarkan data mengenai dugaan korupsi yang dihimpun oleh kejaksaan, bukan berdasarkan laporan masyarakat. Penyidikan sudah dilakukan sejak dua minggu lalu. Kalau sudah tahap penyidikan, maka sebetulnya sudah ada calon tersangkanya. Dalam siaran pers Kejagung yang ditandatangani Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Masyhudi Ridwan disebutkan, sekitar bulan Juli hingga September 2004 PT Bank Mandiri membeli obligasi PT GRI senilai Rp 50 miliar. Selain itu, Bank Mandiri juga mengucurkan fasilitas kredit investasi, kredit modal kerja, serta non cash loan kepada PT Great River senilai Rp 265 miliar. Pembelian obligasi dan pemberian kredit tersebut diduga melawan hukum.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006