Semarang (ANTARA News) - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah menilai penyerapan lulusan perawat dari berbagai perguruan tinggi pada pasar kerja di dalam negeri selama ini cenderung minim.
"Setiap tahun, perguruan tinggi se-Jateng menghasilkan setidaknya 5.000 lulusan perawat, namun yang terserap pasar dalam negeri hanya sekitar 1.000 orang," kata Ketua PPNI Jateng, Edy Wuryanto, di Semarang, Rabu.
Ia mengakui, minimnya penyerapan lulusan perawat itu disebabkan sudah banyaknya lulusan yang dihasilkan selama ini, sehingga sudah banyak yang terserap di pangsa dalam negeri, seperti di rumah-rumah sakit (RS).
Kenyataan itu, kata dia, sebenarnya berkebalikan dengan kondisi negara-negara lain yang tengah membutuhkan tenaga perawat dalam jumlah relatif besar, seperti Jepang dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.
"Ini (terbukanya pasar luar negeri, red.) sebenarnya menjadi peluang baru yang harus digarap, namun ada banyak kendala lulusan perawat ini bekerja di luar negeri, mulai motivasi, sistem, hingga aspek gender," katanya.
Untuk aspek motivasi, kata dia, lulusan perawat kebanyakan mengandalkan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) yang dianggap lebih menjanjikan, padahal gaji yang diterima jika bekerja di luar negeri lebih besar.
"Kebanyakan lulusan perawat memang perempuan. Ini menjadi kendala tersendiri bekerja di luar negeri, karena biasanya keluarga tidak mengizinkan anak perempuannya bekerja jauh, apalagi sampai luar negeri," katanya.
Kalau dari sistem, kata Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) itu, sejumlah negara sudah menerapkan aturan ketat, semacam standardisasi internasional bagi tenaga kerja asing, termasuk perawat.
Ia menyebutkan, Jepang dan negara Timur Tengah, seperti Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait belum terlalu ketat mensyaratkan, tetapi Singapura, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat mensyaratkan ketat.
"Karena itu, banyak lulusan perawat Indonesia yang memilih bekerja di negara kawasan Timur Tengah dan Jepang, namun saat ini kami sudah menyiapkan pendidikan sesuai standardisasi internasional bagi perawat," katanya.
Pangsa kerja perawat di luar negeri yang cukup besar tersebut, kata dia, selama ini memang belum tergarap baik, seperti pada 2011 lalu, permintaan 15.000 perawat untuk kerja di Jepang, hanya terpenuhi sekitar 600 orang.
"Sayang kalau seperti ini, kita sebenarnya bersaing dengan Filipina yang juga banyak mengirim tenaga perawat ke luar negeri. Kecenderungan selama ini, perawat-perawat kita (Indonesia, red.) yang dipilih," katanya.
Jumlah perguruan tinggi di Jateng yang menghasilkan sarjana (S1) perawat, kata Edy, setidaknya ada 28 unit, belum termasuk yang menghasilkan perawat lulusan diploma 3 (D3) dan D4 sekitar 50 perguruan tinggi.
(U.KR-ZLS/Z003)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011