Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Bankir Indonesia (IBI) optimis dalam enam bulan mendatang sebanyak 5.000 bankir yang belum bersertifikasi profesi dapat diselesaikan.

"Diperkirakan jumlah bankir yang belum mendapat sertifikasi profesi sebanyak lima ribu. Kita optimsitis dalam enam bulan sertifikasi lima ribu bankir tersebut bisa diselesaikan," kata Ketua Ikatan Bankir Indonesia, Zulkifli Zaini, di Jakarta, Rabu.

Ia mengemukakan, program sertifikasi profesi itu dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP).

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) secara resmi memberikan lisensi kepada LSPP untuk melakukan program sertifikasi profesi bagi pegawai bank umum.

Zulkifli mengemukakan, pemberian lisensi itu sesuai dengan hasil pertemuan antara IBI, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang menetapkan standar kompetensi bagi pegawai bank umum merupakan tanggung jawab dan kewenangan IBI.

Ia menyatakan, LSPP tidak hanya memberikan sertifikasi manajemen risiko, tetapi juga untuk bidang lainnya seperti audit internal, treasury, kredit, wealth management, general banking, funding & services, operasional, dan complieance.

"Pemberian kewenangan untuk menetapkan standar kompetensi dan sertifikasi bankir kepada IBI dinilai tepat karena peningkatan dan pengembangan kompetensi menjadi tanggung jawab asosiasi profesi perbankan," katanya.

Terkait dengan krisis keuangan global yang melanda negara-negara maju, Zulkifli mengatakan, maka peningkatan kompetensi bankir dinilai strategis agar perbankan nasional tidak terlalu defensif dan protektif dalam mengelola bisnis perbankan.

"Dengan adanya LSPP, para bankir nasional khususnya yang duduk di jabatan Komisaris dan Direksi tetap didorong tumbuh di tengah kondisi apapun dengan cara mengelola resiko secara optimal. Bukan menghindari risiko," ujarnya.

Ketika ditanya pers mengenai efek krisis Eropa dan Amerika Serikat (AS), Zulkifli Zaini, mengatakan bahwa krisis finansial yang terjadi di Eropa dan AS diperkirakan berdampak pada Indonesia meski tidak terlalu signifikan karena masih didukung fundamental ekonomi dalam negeri yang positif.

"Kemungkinan ada imbas bagi kita akibat krisis di Eropa. Berkaca dari krisis 2008 Indonesia terkena dampaknya meski impact-nya lebih kecil dibanding negara berkembang lain. Mudah-mudahan krisis sekarang lebih kecil dampaknya," kata Direktur Utama Bank Mandiri itu.

Dalam internal Bank Mandiri, ia mengaku, untuk mengantisipasi dampak krisis Eropa, maka pihaknya berusaha untuk tetap menekan kredit macet (non performing loan/NPL) serendah-rendahnya.

"Kita mengambil langkah `prudent` salah satunya dengan menekan NPL," katanya.

Selain itu, lanjut dia, beberapa langkah untuk mencegah krisis pihaknya juga memperkuat menajemen krisis seperti langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis, pengambilan keputusan dan koordinasi.

Menurut dia, kinerja industri perbankan dalam negeri juga masih dalam kondisi yang stabil sehingga mendukung optimisme bagi BI.

Pertumbuhan perekonomian global diperkirakan akan lebih lambat dari ekspektasi. Namun perbankan Indonesia dianggap masih kuat dalam menghadapi krisis global, katanya menambahkan.
(T.KR-ZMF/S025)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011