"Rata-rata waduk tersebut baru akan jadi dalam 3-4 tahun mendatang, sekarang ada yang sedang dibangun dan ada yang baru dalam proses pembebasan lahan," kata Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mochammad Amron kepada pers di Jakarta, Rabu, menanggapi krisis air di Indonesia akhir-akhir ini dan ancamannya pada masa depan.
Delapan waduk tersebut, lanjut Amron, ialah Waduk Rajui (DI Aceh), Waduk Jatigede (Jawa Barat), Waduk Jatibarang (Jawa Tengah), Waduk Pandan Duri (NTB), Waduk Titap (Bali), Waduk Nipah (Madura), Waduk Gonggang (Jawa Timur) dan Waduk Marang Kayu (Kalimantan Timur).
Ia mengatakan kedelapan waduk tersebut dibangun dengan anggaran sepanjang tahun anggaran ("multiyears"), sehingga pembangunannya tidak langsung jadi dalam waktu satu tahun ini.
Ia memberikan contoh, untuk Waduk Jatigede ditargetkan selesai pada 2013 atau 2014 mendatang, begitu pula dengan Waduk Titab yang ditargetkan pada 2014.
Terkait investasi, Amron mengaku tidak dapat menyebutkan total secara keseluruhan, namun secara rata-rata investasi masing-masing delapan waduk tersebut sekitar Rp500 miliar hingga Rp4 triliun.
Sementara dana yang digunakan berasal dari APBN, ada juga yang bersumber dari pinjaman luar negeri seperti Jatigede dari China dan Jatibarang dari Jepang.
Selama musim kemarau pada tahun ini, dari 16 waduk utama, 10 waduk terbilang masih dalam kondisi normal, sedangkan 6 waduk lainnya dalam kondisi waspada yakni tiga waduk utama di Jawa Barat yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.
Sementara, dari 137 waduk/embung lainnya, 38 waduk dan 54 embung berada dalam kondisi normal, 14 waduk dan 13 embung waspada. Sedangkan 8 waduk dan 10 embung dalam kondisi kering.
Ditanya antisipsi jangka pendek yang dilakukan Kementerian PU Amron mengatakan, akan menggunakan pola kering dalam pengoperasian waduk-waduk tersebut.
"Prioritasnya adalah untuk air baku kebutuhan pokok sehari-hari, prioritas kedua air untuk irigasi pertanian rakyat dan prioritas ketiga air untuk industri dan kebutuhan lainnya," tuturnya. (E008/C004/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011