Kupang (ANTARA News) - Ratusan ekor ternak sapi milik peternak di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan mati karena terserang virus Cepticaenia Epozooticae (CE) atau penyakit ngorok. Jika serangan virus ini tidak segera diatasi, seluruh Pulau Timor yang terkenal padat populasi ternak besar bisa ikut terserang virus yang mematikan itu, kata Kepala Sub Dinas Kesehatan Hewan, pada Dinas Peternakan NTT, drh. Maria Geong, di Kupang, Rabu. Dia menjelaskan, penyakit CE atau yang lebih populer disebut ngorok itu muncul akibat rendahnya cakupan vaksinasi ternak. Cakupan vaksinasi yang rendah itu kemungkinan disebabkan adanya peraturan daerah (Perda) yang mengharuskan para peternak membayar Rp1.000 per ekor ternak yang di vaksinasi, katanya. Karena itu, menurutnya, pemerintah Kabupaten TTU sebaiknya mempertimbangkan kembali pemberlakuan Perda yang dirasakan berat oleh para peternak. Menurut dia, penyakit ngorok selalu muncul pada setiap peralihan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, tetapi bisa dicegah melalui vaksinasi. Ciri-ciri ternak yang terserang virus ini adalah deman tinggi, badan gemetaran, sesak napas akibat radang tenggorokan atau saluran pernapasan atas disertai suara ngorok. "Tetapi kalau sekarang ada laporan mengenai ratusan ekor sapi mati karena penyakit ngorok, berarti cakupan vaksinasinya rendah," kata Maria Geong. Seharusnya, vaksinasi harus mencapai di atas 80 persen dari total populasi ternak yang ada di daerah itu. "Cakupan ini rendah karena adanya retribusi Rp1.000 per ternak saat disuntik vaksin," katanya. Dia mengatakan, kalau dilihat dari pungutan memang nilainya kecil, tetapi pada saat petugas melakukan vaksinasi, bisa saja masyarakat tidak memiliki uang sehingga membiarkan ternak untuk tidak divaksinasi. Dalam hubungan dengan wabah virus di TTU itu, pemerintah Provinsi NTT telah mengirim 15.000 dos vaksin ke Kabupaten TTU dan Timor Tengah Selatan (TTS) untuk segera melakukan kegiatan vaksinasi. "Kalau terlambat, maka virus ini bisa meluas ke Kabupaten tetangga TTS dan Belu, dan itu bisa sangat membahayakan keselamatan ternak-ternak yang ada di dua daerah ini," katanya. "Jadi langkah yang kami ambil adalah melakukan pemblokiran di Kabupaten TTS sehingga virus tidak menyebar ke barat, karena di Timor bagian barat pada populasi ternak besar," katanya. Populasi ternak besar yang ada di Timor bagian Barat tercatat sekitar 500.000 ekor, katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006